Tersandera OTT

App Annie baru saja mengeluarkan Laporan State of Mobile 2020. Perusahaan analitik ini berhasil merangkum data perilaku pengguna selular di seluruh dunia yang dikumpulkannya pada tahun 2019.

Laporan ini mengungkapkan beberapa hal menarik tentang pasar selular global, termasuk aplikasi yang paling banyak diunduh pengguna dan mana yang mereka gunakan untuk menghabiskan sebagian besar waktu dan uang.

Khusus Indonesia, App Annie menemukan pengguna seluler menghabiskan waktu rata-rata 3 jam 45 menit atau di atas rata-rata global yang 3 jam 40 menit dalam mengeksplorasi ponsel dalam sehari.

Untuk aplikasi games yang paling banyak diunduh pengguna seluler Indonesia sepanjang 2019 adalah Free Fire dan Stack ball. Sementara games yang banyak mendapatkan keuntungan di Indonesia adalah Free Fire, PUBG Mobile, dan Game of Sultan.

Untuk aplikasi keuangan yang paling banyak digunakan pengguna seluler di Indonesia sepanjang 2019 adalah Dana dan Ovo.  

Temuan lain yang menarik adalah pengguna seluler di Indonesia banyak menghabiskan waktu untuk berbelanja melalui aplikasi dengan pertumbuhan 70% dibanding 2018. Angka ini di atas rata-rata global.

Aplikasi yang banyak digunakan untuk berbelanja online di Indonesia adalah Shopee, Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak.

Sedangkan aplikasi streaming yang banyak digunakan pengguna seluler di Indonesia adalah YouTube Go, MX Player, Viu, dan Netflix.

Tersandera
Melansir data riset dari Statista (2019), pengguna Netflix di Indonesia diperkirakan melonjak 88% di tahun 2020 sebesar 906.810 pengguna dari 481.450 pengguna pada 2019.

Berdasarkan riset dari Statista pada 2019, khusus bisnis Video On Demand (VoD) di Indonesia ditaksir berada di angka US$290 juta tahun ini. Adapun potensi pengguna akan melonjak 16,2% dengan kisaran usia 25 sampai 34 tahun. Sedangkan penetrasi pengguna layanan VOD akan mencapai 20% memasuki 2024.

Sementara secara global, bisnis VOD diestimasi memiliki nilai mencapai US$34,777 juta dan penetrasi pengguna tumbuh mencapai 24,7% tahun ini. Mencapai 2024, angka penetrasi pengguna mencapai 27,6% di seluruh dunia.

Sejak beroperasi di Indonesia pada 2016 silam, Netflix belum pernah membayar pajak. Padahal, potensi pajak yang diperoleh dari Netflix mestinya cukup besar.

Sebagai gambaran, berdasarkan data Netflix, hingga kuartal III-2019 total pengguna layanan streaming berbayar ini mencapai 158 juta orang di 190 negara. Hitung-hitungan kasar dengan menggunakan asumsi tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dan dengan asumsi tarif berlangganan paling murah Netflix saat ini sebesar Rp 50.000 per bulan, maka potensi PPN yang dibayarkan Netflix kepada 190 negara mencapai Rp 9,48 triliun per tahun.

Jumlah pajak tersebut bisa lebih tinggi jika menggunakan tarif termahal atau Netflix Premium yang senilai Rp 169.000 per bulan. Tentu, beda negara beda pula tarif PPN-nya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyebut game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) Mobile dan sejenisnya bisa bikin negara rugi hingga triliunan rupiah.

Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, aliran dana ke luar negeri melalui transaksi game secara tidak langsung dapat membebani Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

Sebagai informasi, NPI merupakan cerminan dari aliran uang yang masuk dan keluar dari Indonesia. Kala kita melakukan impor, atau membeli barang dari luar negeri, jelas saja uang yang dibayarkan akan keluar dari Indonesia. Begitu pula sebaliknya.

NPI itulah yang merupakan rekaman dari seluruh transaksi yang melibatkan hampir seluruh penduduk Indonesia. Bila dalam catatan NPI nilainya negatif, itu berarti lebih banyak uang yang keluar dari Indonesia ketimbang yang masuk. Istilahnya lebih besar pasak dari pada tiang.

Lalu berapa penghasilan Tencent dari PUBG? Menurut laporan terbaru dari lembaga riset SuperData, PUBG merupakan game premium dengan penghasilan tertinggi di dunia. Total pendapatan PUBG mencapai US$1,028 miliar atau setara Rp 14,39 triliun (asumsi US$1 = Rp 14.000).

Dua ilustrasi di atas adalah gambaran bagaimana secara ekonomi sebenarnya Indonesia mulai tersandera oleh kiprah aplikasi asing.

Jika kita melihat dari paparan App Annie, boleh saja Indonesia berbangga sebagai mobile first market yang menjanjikan, tetapi secara pendapatan bagi negara dimana aplikasi yang digunakan banyak dikuasai pemain asing, bisa dikatakan bangsa ini makin tersandera baik secara penggunaan hingga keuntungan yang tak dinikmati oleh negara.  

Dalam pemahaman global, Netflix, PUBG Mobil dan lainnya merupakan jenis perusahaan over the top (OTT) atau perusahaan layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Ada dua skema pemajakan dalam OTT yakni physical presence dan significant presence.

Misalnya, Netflix masuk kategori significant presence. Indonesia sendiri belum memiliki payung hukum yang kuat untuk menarik pajak dari Netflix. Sebab, pemerintah saat ini hanya bisa memajaki perusahaan OTT yang masuk ke golongan physical presence atau Badan Usaha Tetap (BUT).

Kondisi ini tentu tak boleh dibiarkan berlanjut. Pemerintah harus segera mengeluarkan aturan agar OTT asing tak merajalela mengeruk keuntungan di negara ini atas nama digitalisasi.

Cara yang dilakukan Singapura memajaki Netflix bisa ditiru dimana kewajiban bayar pajak dari subscription bukan ke BUT, alias dikenakan di hulu bukan di hilir.

Singapura pada 1 Januari mulai menarik pajak kepada penjualan layanan para perusahaan digital. Pemerintah Negeri Singa itu mewajibkan pajak bagi penyedia layanan digital luar negeri dengan omset global tahunan lebih dari US$1 juta. Penyedia layanan yang menjual layanan digital senilai lebih dari US$100 ribu pun kena pajak.

Kondisi ini akan membuat Netflix nanti akan memutuskan apakah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak sudah termasuk di dalam harga layanan.

Ide ini rasanya masuk akal karena aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 80 tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) tidak tegas mengatur perusahaan digital seperti Netflix dan lainnya.

Aturan tersebut memang mewajibkan pemain seperti Netflix memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Peraturan ini menjabarkan tentang kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital.

Sebagai penyedia layanan konten digital Netflix juga harus mengikuti aturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia seperti badan hukum dan kantor mereka harus tersedia di Indonesia.

Namun, kenyataannya, Netfix sampai saat ini belum memiliki BUT. Kenapa mereka berani? Karena tidak ada pidana di PP PMSE yang menjadikan beleid ini hanyalah macan kertas dan membuat negara ini belum berdaulat secara digital.

@IndoTelko