MASTEL minta pemerintah perkuat ekosistem digital

Kristiono

JAKARTA (IndoTelko) - Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) meminta pemerintah untuk memberikan perhatian bagi penguatan ekosistem digital untuk penopang pertumbuhan ekonomi.

"Penguasaan ekosistem digital menjadi isu amat penting sebagai wujud kedaulatan Indonesia untuk menopang pembangunan digital ekonomi. Sekarang di manakah posisi kita sebagai sebuah negara dan bangsa, dalam konteks memandang penting kepada infrastruktur digital yang merupakan penopang pertumbuhan ekonomi digital tersebut?" tanya Ketua Umum MASTEL Kristiono kala membuka dialog nasional "Penguatan Industri Telekomunikasi sebagai Infrastruktur Digital Nasional dan Kedaulatan Ranah Siber untuk Mendukung Visi dan Misi Indonesia Maju”, belum lama ini.

Menurutnya, di tengah perkembangan teknologi cyber yang begitu pesat, ada kondisi yang jika dibaca secara seksama menunjukkan adanya ancaman terhadap kedaulatan nasional.

Pada ranah cyber, regulasi internet lokal secara spesifik hampir tidak bisa me-recognize sovereignty, bahkan secara teritori seakan tidak ada batasan, nyaris borderless, tanpa aturan.

Kondisi ini menjadi persoalan serius bagi Indonesia. Beberapa fenomena Over-The-Top (OTT) bahkan bersifat asismetris secara regulasi. Layanan yang sama dilakukan oleh pemain global dan provider lokal, yang menyebabkan unfair regulation. Pemain global tidak tersentuh kewajiban apapun, sedangkan provider lokal memikul banyak beban regulasi. Seolah pemain global hadir berjualan di wilayah Indonesia tanpa aturan main apapun. Dari sinilah isu kedaulatan itu hadir.

Dalam konteks ini, kehadiran negara menjadi penting memberi aturan, untuk memastikan bahwa kompetisi yang terbangun adalah kompetisi dengan prinsip fairness. Sayangnya, hingga saat ini, aturan tersebut belum ada. Jika tidak disikapi, maka akan berdampak pada melemahnya industri telekomunikasi nasional.

Jika industri telekomunikasi tidak sehat, maka tidak akan menjadi enabler bagi seluruh aktivitas digital, serta akan melemahkan pondasi digital ekonomi Indonesia. Sehingga, mimpi untuk membangun digital ekonomi yang terbesar di ASEAN akan terkendala.

Kondisi lain yang juga kita alami yang disebabkan ketiadaan aturan, adalah kesulitan yang dialami Kementerian Keuangan, karena tidak bisa mengambil tindakan pajak dari berbagai platform global yang tidak hadir secara fisik di Indonesia, semua berada di luar. Sehingga Indonesia kehilangan potensi ekonomi yang harusnya bisa diperoleh.

Hingga saat ini tidak ada solusi kongkrit, bagaimana kita memperoleh manfaat dari peluang ekonomi yang ada.

Diingatkannya, era digital selalu menghadirkan dua sisi mata uang; peluang dan resiko. Opportunity (peluang) cukup banyak, tapi ancaman yang dihadapi juga cukup banyak. Termasuk potensi keretakan hubungan horizontal bangsa yang kian merenggang. Salah satunya terlihat dari bagaimana produksi hoaks begitu tumbuh subur melalui perkembangan teknologi.

"Kita semakin sulit melakukan pengecekan terhadap suatu isu, karena teknologi membuat kecerdasan buatan itu sulit untuk dicek kebenarannya. Apalagi dalam situasi literasi masyarakat kita yang masih rendah. Itu sebabnya, dalam perkembangan ekonomi digital, negara perlu hadir, memberikan regulasi, membuat aturan main, untuk melindungi kedaulatan digital Indonesia," katanya.

Disarankannya, dalam era digital, di mana peluang yang dihadirkan untuk membangun pertumbuhan ekonomi begitu besar, kita tidak ingin sekedar memiliki. Kita harus menguasai dan melakukan kapitalisasi asset bangsa kita untuk kepentingan bangsa kita sendiri. Dengan cara ini kita bisa melakukan perlawanan terhadap praktik-praktik mengerikan dari imperialisme digital. Berbagai langkah antisipatif harus cepat kita lakukan, agar kita tidak sekedar merespon secara reaktif semua ancaman yang memang riil yang kita hadapi.

MASTEL mengajak para pihak untuk mendiskusikan kembali regulasi-regulasi apa yang sebenarnya masih kita butuhkan dan apa yang cukup diefektifkan melalui law enforcement.

Berikutnya, menyamakan perspektif terkait kedaulatan di ranah cyber, karena pasti ada perbedaan perspektif. Tapi setidaknya kita bisa membangun perspektif yang sama dalam lingkup kepentingan nasional. Sehingga menyikapinya dengan sama, dan bertindaknya pun sama.(id)