Kominfo harus prioritaskan optimalisasi frekuensi

Yustinus Prastowo

JAKARTA (IndoTelko) - Digital Culture Syndicate (DCS) meminta Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadikan isu optimalisasi frekuensi sebagai salah satu prioritas kerjanya di era Kabinet Indonesia Maju.

Demikian salah satu hasil diskusi yang diselenggarakan DCS dengan menghadirkan pembicara Yustinus Prastowo (Direktur Eksekutif CITA/ Pengamat Kebijakan Pajak), Dr. Kuskridho Dodi Ambardhi (Ahli Komunikasi dan Telekomunikasi UGM), dan Ah Maftuchan (Pengamat Kebijakan Publik dari The Prakarsa).

Diskusi ini didasari perhatian DCS pada permasalahan pembangunan konektifitas internet/ akses data melalui pengembangan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) atau akses nirkabel pita lebar dan lainnya sampai saat ini belum optimal.

“Pengembangan akses data/ internet yang baik akan menuntaskan ketertinggalan infrastruktur Information and Communication Technologies (ICT), menciptakan pemerataan layanan internet dan menurunkan kesenjangan ekonomi dan akses informasi di seluruh wilayah Indonesia. Optimalisasi frekuensi dapat menciptakan ketersediaan tarif akses internet yang terjangkau/ murah. Jadi, frekuensi broadband harus dioptimalkan pemanfaatannya agar frekuensi tidak menjadi ‘lahan tidur’ karena dikuasai oleh operator tetapi tidak dimanfaatkan,” ujar Pengamat kebijakan publik dari The Prakarsa Ah Maftuchan.

Diungkapkannya, saat ini kita sedang berhadapan dengan buruknya kondisi pemanfaatan BWA. Operator BWA berguguran satu per satu, hingga akhirnya sampai dengan tahun 2019 hanya tersisa 3 operator, yaitu Berca, Telkom, dan Indosat M2.

Pengamat kebijakan pajak dan Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengungkapkan  bergugurannya para operator BWA berdampak buruk antara lain: (i) hilangnya kesempatan penciptaan lapangan kerja, gagalnya penguatan UMKM dan gagalnya ambisi penciptaan digital startup/ bisnis aplikasi kelas dunia; (ii) buruknya konektivitas dan menurunnya pengembangan industri telekomunikasi domestik; (iii) hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat menambah pundi-pundi keuangan negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Menurutnya, sektor PNBP Kominfo terkena dampak langsung, akibat selama sepuluh tahun usia perizinannya, Kominfo hanya memperoleh 72% dari target PNBP BWA atau sekitar Rp4,1 trilyun.

Jumlah tersebut jauh lebih kecil nilainya apabila dibandingkan dengan pendapatan 2300 MHz yang diterima dari alokasi perizinan bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler yang mencapai 100%, yaitu dari Smartfren (sejak tahun 2014) atau senilai Rp2,4 triliun dan dari Telkomsel (sejak tahun 2017) sekitar Rp 4 triliun (termasuk Up Front Fee).

"Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya terbatas dan strategis serta memiliki nilai keekonomisan yang tinggi. Oleh sebab itu harus dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat,” tambah Yustinus.

Yustinus menambahkan bahwa sebaiknya Kominfo mempertimbangkan bahwa lelang frekuensi BWA untuk periode 10 tahun ke depan harus mempertimbangkan upaya peningkatan PNBP secara lebih optimal. Di tengah ancaman resesi global, PNBP sangat penting kontribusinya sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Dana hasil lelang frekuensi dapat digunakan untuk mendukung pembiayaan program prioritas, misalnya menutup defisit Jaminan Kesehatan Nasional – BPJS Kesehatan.

"Secara prinsip, izin lisensi frekuensi Broadband Wireless Access 2300 – 2360 MHz yang saat ini masih under-used harus diakhiri untuk menuju pemanfaatan yang optimal sebanding dengan potensinya. Pemerintah harus segera bergerak untuk mengambil potensi yang ada di depan mata agar akses rakyat terhadap layanan data/ internet murah dan cepat terpenuhi dan agar penerimaan negara bukan pajak dari sektor industri telekomunikasi tidak menguap,” tutup Yustinus.

Ahli komunikasi dan telekomunikasi dari UGM Yogyakarta. Dr. Kuskridho Dodi Ambardhi menambahkan pengusahaan atau pemanfaatan BWA yang tidak optimal juga dapat berdampak langsung bagi hak-hak rakyat di berbagai pelosok negeri.

“Salah satu hal yang harus dijamin oleh negara saat ini adalah adanya layanan internet berkecepatan tinggi secara merata di seluruh daerah. Akses data/ internet saat ini sudah berkembang menjadi kebutuhan dasar bagi warga dan sudah menjadi bagian langsung kehidupan masyarakat kecil. Kominfo perlu mempersiapkan penataan ulang pita frekuensi dengan mempertimbangkan agenda prioritas Presiden Jokowi dalam pengembangan start-up nasional. Lelang frekuensi BWA misalnya, perlu mempertimbangkan operator yang terbukti berkomitmen membangun pemanfaatan frekuensi broadband secara optimal, efektif, dan efisien," tandasnya.(wn)