Antiklimaks RUU Kamtansiber

Panitia Khusus (Panitia Khusus) Rancangan Undang-Undang Tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber/KKS) akhirnya memutuskan membatalkan RUU yang akan disahkan dalam Paripurna DPR tahun ini.

Pansus RUU KKS menyatakan selain membatalkan, RUU tersebut tidak bisa dilanjutkan ke DPR periode berikutnya, karena tidak memenuhi mekanisme tata beracara dalam pembuatan legislasi. Singkatnya, pembuatan RUU harus dimulai dari awal lagi.

Sinyal RUU KKS akan dibatalkan terlihat dimana pada (26/9)seharusnya Pansus dan perwakilan pemerintah, yakni Menteri Hukum dan HAM, Menpan RB dan Menteri Komunikasi dan Informatika, menggelar rapat kerja untuk mendengar pandangan dari pemerintah serta menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KKS.  

Namun, tiga perwakilan pemerintah tak hadir dalam rapat kerja yang telah dijadwalkan anggota Pansus. Dengan demikian, rapat dan RUU KKS harus dibatalkan.

Kabar pembatalan ini seperti antiklimaks bagi RUU Kamtansiber yang sempat digadang-gadang akan disahkan tahun ini oleh DPR.

Banyak pihak bingung dengan "jalur cepat" yang diambil RUU ini demi disahkan pada tahun ini. RUU KKS kabarnya diajukan tanpa melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan diselesaikan secara instan.

Pembahasan RUU ini super kilat karena hanya dibahas selama lima hari. Aturan ini dibuat atas inisiatif Badan Legislatif (Baleg) DPR dan bukan dari pemerintah pada Mei 2019. UU ini bahkan masuk salah satu Prolegnas 2019.

Adanya RUU ini baru diketahui publik pada Agustus 2019. DPR lantas membentuk pansus untuk melakukan pembahasan pada 16 September 2019. UU ini rencananya akan ditetapkan pada 30 Septermber 2019, namun nasibnya berkata lain dengan ada pembatalan dari Pansus.

Disorot
RUU Kamtansiber memang banyak disorot keberadaannya. Banyak pihak mengakui, negara memang harus hadir di dunia siber menjaga kedaulatannya. Namun, RUU Kamtansiber dinilai jauh dari "DNA Dunia Siber".

Di DNA internet terdapat prinsip participatory bottom-up process. Namun, RUU KKS tak mencerminkan hal itu disejumlah pasalnya.

RUU KKS dinilai banyak kalangan menjadikan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) seperti Super Body yang mengatur dunia internet.

Rezim perizinan yang sepertinya coba dihidupkan melalui sejumlah pasal di RUU KKS dinilai bertentangan dengan ekonomi digital yang disruptif.

RUU ini berpotensi melanggar hak warga negara dimana mengancam hak privasi individu. Banyak pihak yang khawatir RUU KKS versi sekarang disahkan akan memberikan ruang yang sangat besar bagi otoritas untuk melakukan tindakan monitoring trafik data dan internet di Indonesia

Singkatnya,RUU ini tak menggambarkan strategi siber Indonesia sepatutnya tertuang seutuh mungkin di dalam UU Ketahanan dan Keamanan Siber (Cyber Resilience and Cyber Security).

Diharapkan nantinya, dalam RUU versi terbaru mengedepankan strategi ke dalam yang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat dalam kehidupan siber. Strategi ke arah global bertujuan untuk menjaga/melindungi kedaulatan/teritori siber Indonesia, prinsip-prinsip kerjasama global berbasis mutual respect dan mutual benefit.

Dalam mewujudkan ini tentunya tetap harus waspada tak terjebak untuk "memasung" kebebasan atas nama kedaulatan dan memunculkan "Raja-raja" kecil di dunia siber.

@IndoTelko