ATSI:Beban validasi IMEI harus ditanggung semua pemangku kepentingan

Ririek Adriansyah (tengah) bersama pengurus ATSI

JAKARTA (IndoTelko) - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) meminta beban untuk menjalankan validasi atau pengendalian alat/perangkat telekomunikasi selular melalui identifikasi International Mobile Equipment (IMEI) ditanggung semua pemangku kepentingan tidak hanya para operator.

Pemangku kepentingan yang dimaksud adalah pemerintah, distributor perangkat seluler, operator, dan pengguna.

"Pengaturan yang dibuat harus mempertimbangkan kepentingan dan kenyamanan semua pihak. Misalnya, ini ada investasi yang harus dikeluarkan agar validasi IMEI itu berjalan, idealnya pihak yang mendapat keuntungan banyak menanggung biaya yang dikeluarkan, bukan operator dong," tegas Ketua Umum ATSI Ririek Adriansyah kemarin.

Ririek menyinggung perihal dibutuhkannya equipment identification registration (EIR). EIR adalah sistem registrasi identifikasi perangkat ponsel. EIR merupakan basis data yang berisi daftar semua peralatan seluler yang valid di jaringan seluler berdasarkan nomor IMEI. Dana yang dikeluarkan untuk EIR ini bervariasi tergantung besarnya jumlah pelanggan dan luas jaringan. 

"Inisiatif ini bukan merupakan kewajban dalam lisensi operator seluler, ATSI mengusulkan agar pengadaan investasi sistem EIR yang harganya cukup signifikan di setiap operator seluler untuk pengendalian alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang tersambung ke jaringan bergerak seluler melalui IMEI  dan tidak dibebankan seluruhnya ke operator seluler," tukasnya.

Ketua Dewan Pengawas ATSI M Danny Buldansyah menyatakan validasi IMEI tak ada penting dan mendesaknya bagi operator. "Penting bagi operator untuk mendukung kebijakan pemerintah, tetapi tak ada penting dan mendesaknya secara bisnis. Ini kita karena mendukung pemerintah, kasih solusi, ayo dong tanggung bersama," katanya.

Wakil Ketua Umum ATSI Merza Fachys mengatakan isu validasi IMEI ini sudah ada sejak 2010. "Relevansi pengendalian IMEI ini mulai dipertimbangkan karena ada angka kerugian negara setiap tahun sekitar Rp2,8 triliun oleh ponsel ilegal. 

"Di titik itu kami berfikir, memang sudah saatnya ini dikendalikan. Tetapi jangan mentang-mentang kita dukung terus semua beban dikasih ke operator. Ini ada yang diuntungkan jika kebijakan ini berjalan, ayo dong tanggung bebannya sesuai tugas pokok dan fungsi," tegas Merza.

Kirim Surat
Sementara Ririek menyatakan ATSI telah menyampaikan surat ke Direktur Jenderal Sumber Daya Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, DR. Ir. Ismail, MT, melalui surat tertanggal 12 September 2019 yang ditandatangani dirinya.

"Dalam surat iitu ATSI konsisten mengusulkan bahwa regulasi ini sebaiknya bersifat preventif dan bukan korektif, sehingga tidak menyebabkan kerugian kepada semua pihak yang terkait yaitu operator seluler, pelaku usaha dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi termasuk hak terlindunginya data dan identitas pribadi pelanggan. Kita juga usulkan Peraturan Menterinya bersifat generik saja, detailnya nanti di Peraturan Dirjen dengan ada masa transisi," katanya.

Sekjen ATSI Marwan O Basyir menambahkan di dalam surat itu juga diingatkan masalah pergantian kartu seluler dan IMEI oleh pelanggan. "Pelanggan harus dijaga haknya untuk pindah layanan dan membawa IMEI yang didaftarkannya. Selain itu kita juga usulkan ada contact center  untuk melayanani pendaftaran IMEI pada perangkat milik pelanggan, karena hal tersebut bukan tugas pokok dan fungsi dari operator seluler," pungkasnya.(dn)