Tarif naik, "Babang Ojol" klaim tak ada penurunan penumpang

JAKARTA (IndoTelko) – Per 1 Mei yang lalu, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan telah menetapkan besaran tarif baru bagi ojek online.  

Setelah 3 hari masa pemberlakuan regulasi tersebut, ada pro-kontra di kalangan masyarakat maupun pengemudi ojek online atau akrab disapa babang Ojol.

Namun baik pengamat transportasi maupun pengemudi ojek online menyatakan tidak ada perubahan jumlah penumpang yang drastis dalam 3 hari itu.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat), Budi Setiyadi menjelaskan bahwa ditetapkan 3 sistem zonasi untuk tarif ini, yaitu zona 1 untuk wilayah Sumatera, Jawa (tanpa Jabodetabek), dan Bali; zona 2 yaitu Jabodetabek; dan zona 3 yaitu Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lainnya.

“Besaran tarif net zona 1 yaitu batas bawah Rp1.850 dan batas atas Rp2.300, dengan biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000. Sementara zona 2 batas bawah Rp2.000 dan batas atas Rp2.500 dan biaya jasa minimal Rp8.000-Rp10.000. Untuk zona 3 batas bawahnya Rp2.100 dan batas atas Rp2.600 dengan biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000,” terang Budi, kemarin.

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyatakan bahwa melalui Keputusan Menteri Perhubungan nomor KP 348 tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi haruslah tetap berpedoman pada prinsip keselamatan.

“Untuk Perhubungan tentu lebih menitikberatkan pada aspek keselamatan karena sesuai dengan tugasnya. Karena selama ini kita lihat mulai dari 3 tahun lalu pendapatan para pengemudi ojek ini sudah termasuk besar. Sementara kini sudah jauh berbeda,” jelas Djoko.

Menurut Djoko dengan adanya regulasi ini maka Pemerintah mencoba membantu pengemudi ojek online. “Karena kalau tarif lebih rendah pasti berefek pada keselamatan. Oleh karena itu, daripada mengorbankan aspek keselamatan, maka tarif juga harus disesuaikan. Sejauh ini saya lihat belum ada protes dari pihak pengemudi, karena permintaan penumpang masih terpantau normal,” kata Djoko.

Sementara itu, Irwanto atau yang akrab disapa Babeh Bewok sebagai seorang pengemudi ojek online menyatakan bahwa tidak ada hal yang signifikan yang mempengaruhi permintaan jumlah penumpang.

“Kalau menurut saya dan teman- teman dalam 2 hari ini tidak ada perubahan, jumlah penumpang tetap sama saja. Kalau 1 Mei kemarin karena hari libur belum terasa dampaknya, tapi hari ini masih terasa normal dari jumlah penumpangnya,” ujarnya saat diwawancarai seusai acara kopi darat dengan rekan pengemudi ojek online lainnya pada Kamis lalu.

Dalam keterangan yang disampaikannya tersebut, Babeh Bewok juga mengonfirmasi baik kedua aplikator telah menetapkan tarif sesuai aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan. Hanya saja ia menyayangkan jika saat ini peraturan tersebut masih berlaku di beberapa kota besar di Indonesia saja yaitu Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar.

Serupa dengan Babeh, Chairul yang juga merupakan pengemudi ojek online saat ditemui di bilangan Jakarta Pusat menyatakan tidak ada penurunan jumlah penumpang. “Kalau saya selama 2 hari ini tetap saja penumpangnya, sama seperti sebelum adanya kenaikan tarif ojek online ini,” ujar Chairul.

Tidak jauh berbeda dengan Babeh dan Chairul, Angga Juhara yang juga pengemudi ojek online di wilayah Bandung, Jawa Barat menyatakan dalam 3 hari ini tidak ada perubahan jumlah penumpang. “Penumpang sih pertama memang kaget karena ada kenaikan, tapi pada akhirnya mereka tidak masalah karena tetap lebih murah daripada ojek pangkalan,” ujar Angga.

Menurut Angga, para driver kini boleh bersenang hati pasalnya kenaikan tarif ini dirasa cukup membantu pemasukan pundi-pundi mereka. “Tapi yang lebih terasa kenaikannya mungkin yang jarak dekat, kalau yang jarak jauh tidak. Alhamdulillah tidak ada penurunan jumlah penumpang, standar aja. Karena masyarakat juga juga memang butuh. Dari sesama driver juga dengan adanya tarif baru dari segi pendapatan ada perbaikan untuk driver jadi agak lumayan,” jelas Angga terkait perubahan tarif ini.

“Harapan kami dari pengemudi ya mudah-mudahan tarif baru ini bisa bertahan tapi kalau memang dirasa mengurangi konsumen ya bisa dicari jalan tengahnya baiknya tarifnya berapa oleh aplikator maupun pemerintah,” kata Angga.

Sementara Babeh berharap agar regulasi ini segera diterapkan secara menyeluruh,

“Aturan ini harapannya dapat segera dilakukan oleh aplikator di semua wilayah Indonesia,” ujar Babeh Bewok saat menyampaikan harapannya.

Sementara itu, Djoko menambahkan bahwa dengan tarif baru ini diharapkan pendapatan pengemudi pun dapat bertambah mengingat sejak 3 tahun yang lalu para pengemudi ojek online ini sempat memiliki penghasilan yang besarannya diatas Upah Minimum Regional.

“Soal tarif ini, kalau memang masyarakat masih menginginkan tarif kendaraan yang lebih murah, ada opsi lainnya yaitu naik angkutan umum sebagai salah satu solusi,” pungkas Djoko.

Evaluasi  
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa Kemenhub akan terus memantau dinamika yang terjadi di lapangan.

“Makanya saya hanya tetapkan implementasi biaya jasa di 5 kota. Sekarang kita beri waktu satu minggu kita lihat seperti apa. Setelah itu akan dilakukan evaluasi, ” kata Budi.

Menhub mengatakan pihaknya akan membuat survei yang lebih komprehensif baik di masyarakat maupun para pengemudi ojek daring agar diperoleh harga yang sesuai.

Lebih lanjut dijelaskan Menhub bahwa pada dasarnya sebelum ditetapkannya aturan ini Kementerian Perhubungan telah mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui tarif yang sesuai.

“Saat saya menetapkan itu didasarkan oleh perwakilan-perwakilan, perwakilan konsumen, perwakilan pengemudi, perwakilan operator, semuanya ada ini adalah hasil dari perjumpaan kepentingan, dengan dasar itu kita petakan,” jelasnya.  

Sebelumnya pemerintah pada 1 Mei 2019 telah memberlakukan peraturan terkait ojek daring termasuk tata cara dan penerapan biaya jasa di 5 kota yang mewakili 3 zona yaitu Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar.

Penentuan lima kota tersebut merupakan upaya mitigasi risiko dan mitigasi manajemen dalam penerapan regulasi. Dengan diberlakukannya aturan ini diharapkan akan memberikan payung hukum terutama berkaitan dengan isu keselamatan (safety) ojek daring.(ak)