Pencoblosan usai, perang persepsi dimulai?

JAKARTA (IndoTelko) - Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 akhirnya menyelesaikan tahapan pencoblosan suara pada Rabu 17 April 2019.

Layaknya Pemilu di era reformasi, hasil hitung cepat (Quick count) menjadi sesuatu yang ditunggu oleh pemilih.

Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), pengumuman Quick Count baru bisa ditayangkan media massa mulai jam 15.00 WIB.

Sejumlah lembaga survei yang terakreditasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan hasil Quick Count pada 17 April 2019. Rangkumannya dari tayangan sejumlah TV nasional adalah:

CSIS-Cyrus dengan data masuk 99,9% memberikan kemenangan bagi pasangan Calon Presiden (Capres)-Wakil Presiden (Cawapres) Joko Widodo (Jokowi)- Ma'ruf Amin (55,7%) sementara Prabowo Subianto- Sandiaga S Uno (44,3%).

Indobarometer dengan data masuk 99,67% memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf (54,32%), sementara Prabowo-Sandi (45,68%).

Charta Politica dengan data masuk 98,6% memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf (54,32), sementara Prabowo-Sandi (45,68%).

LSI Denny JA dengan data masuk 99,5% memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf (55,7%), sementara Prabowo-Sandi (44,23%).

Kesimpulannya, lembaga survei resmi dominan memberikan kemenangan bagi pasangan No 01 yakni Jokowi-Ma'ruf.

Penyeimbang
Hal yang menarik adalah seiring keluarnya hasil Quick Count versi lembaga survei, sejumlah platform yang dibangun untuk memantau hasil pemilu mengeluarkan data berbeda.

Misalnya, Aplikasi Ayo Jaga TPS yang mengklaim telah diunduh 320 ribu pengguna pada jam 12.00 (18/4) menyatakan jumlah suara yang masuk 4.576.599 dari 22.302 TPS. Data aplikasi ini memberikan kemenangan bagi pasangan Prabowo-Sandi (62,72%) sementara pasangan Jokowi-Ma'ruf (37,28%).

Aplikasi Jurdil2019 per jam 14.30, (18/4) menyatakan data suara nasional sementara dari 1493 TPS dari 33 provinsi memenangkan pasangan Prabowo-Sandi (57,7%), sementara Jokowi-Ma'ruf (39,9%).

Platform KawalPemilu.org menyatakan per jam 14.30 sudah masuk 2.986.522 suara dimana 54,87% dimenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf, sementara Prabowo-Sandi (45,13%).

Sementara situs KPU.go.id per 18 April 2019 jam 14:30:02 menunjukkan real count sudah untuk 3.866 TPS dari 813.350 TPS. Pasangan Jokowi-Ma'ruf menguasai (59,08%), sedangkan Prabowo-Sandi (40,92%).

Data Real Count KPU per 18 April 2019 jam 14:30:02 

Perang Persepsi 
Ketua Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura melihat yang terjadi pasca pencoblosan, khususnya untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 adalah perang persepsi di media massa.

"Saya melihat ini perang persepsi, baiknya dihentikan saja itu Quick Count dan fokus ke real count yang disajikan KPU melalui situsnya," katanya di Jakarta, Kamis (18/4).

Tesar melihat, kontroversi di ruang publik terjadi karena lembaga survei tak transparan dengan jumlah sampel. "Sebaran sampel itu menentukan untuk akurasi Quick Count. Munculnya aplikasi Ayo Jaga TPS, Jurdil2019, dan KawalPemilu kan alterntif dari hegemoni quick count versi lembaga survei terakreditasi KPU," ulasnya.

Ditambahkannya, untuk real count bukan berarti menunggu hasil KPU, karena data dari TPS yg dicatat oleh para Saksi dan Relawan, bisa menjadi validasi kedua.

"Nah, disini yang dipertaruhkan integritas dari pemilik platform seperti KawalPemilu, ayo jaga TPS, dan Jurdil2019. Sebaran TPS yang dijangkau, proses input, dan integritas relawan menentukan. Cara mereka mengumpulkan relawan juga menentukan," pungkasnya.

Co-Founder AyoJagaTPS.com Mochammad James Falahuddin menyatakan relawan yang tergabung di Ayo Jaga TPS lumayan valid karena pendaftaran menggunakan Nomor Induk Kependudukan dan nomor seluler.

"Kami tak mau relawan daftar hanya pakai akun media sosial. Gimana verifikasinya, makanya kita minta nomor seluler. Kemarin ada kawan di lembaga survei terakreditasi KPU bilang ke saya dengan kumpulan data  sejauh ini itu error margin Ayo Jaga TPS sudah 0,75%. Tapi nanti kita lihat hasil akhirnya, dan saya minta yang "usilin" jaringan kami sudahilah, buang-buang duit saja," tegasnya.

Sementara itu Pengamat Politik Eep S. Fatah menjelaskan Quick Count diperdebatkan hasilnya  karena ada "margin of error". Quick Count hanya bisa dipakai sebagai bahan prediksi awal. Tak bisa dipakai untuk merumuskan konklusi. "Quick Count berguna tapi ada batasnya. Tak bisa dipakai membuat konklusi resmi," katanya.

Sedangkan untuk hasil Real Count berbasis berita acara perhitungan suara di TPS (Formulir C1) yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi yang diklaim pasangan tersebut meraih 62% suara, masalahnya yang sudah dihitung baru "lebih dari 320 ribu TPS" atau kurang dari 40% dari seluruh TPS.

Secara statistik sudah jelas angkanya belum konklusif. Selain itu, angka ini belum bisa dipakai sebagai hasil resmi karena baru perhitungan satu pihak Prabowo-Sandi. Kubu Jokowi-Amin bisa saja membuat bantahan dengan cara berhitung yang sama. Konklusinya berpotensi diperdebatkan secara politik.

"Saya sarankan langkah paling bijak bagi semua pihak adalah menunggu hasil perhitungan resmi ditetapkan KPU berbasis proses yang layak (demokratis, adil, transparan berbasis aturan main yang sudah disepakati) dari Kecamatan ke Kabupaten/Kota dan kemudian Provinsi," tutupnya.(dn)