PMK BUT terbit, Kominfo harus segera keluarkan aturan OTT

Ilustrasi dari Kemenkeu.go.id

JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diharapkan segera merespons keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 1 April 2019.

"Selama ini alasan dari Kominfo tak keluarnya Peraturan Menteri (Permen) soal Over The Top (OTT) sejak 2015 soal tak jelas aturan BUT. Sekarang PMK-nya sudah keluar, tak ada alasan lagi untuk menunda keluarnya Permen OTT," tegas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi di Jakarta, Sabtu (6/4).

Heru mengingatkan, aturan soal OTT adalah janji yang dilontarkan Menkominfo Rudiantara sejak pertama kali menduduki jabatannya. "Isu OTT kan janji beliau akan diatur. Sekarang waktunya pembuktian, waktu makin sempit bagi beliau diujung masa jabatannya," katanya.

OTT adalah pemain yang identik sebagai pengisi pipa data milik operator. Para pemain OTT ini dianggap sebagai bahaya laten bagi para operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator.  Golongan pelaku usaha  yang masuk OTT diantaranya Facebook, Twitter, dan Google.

Asal tahu saja, dalam PMK Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap yang diteken 1 April 2019 lalu. Melalui beleid ini, orang pribadi asing atau perusahaan asing harus mendaftarkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu sebulan setelah mereka beroperasi di Indonesia.

Ini berlaku bagi orang atau perusahaan asing yang melakukan kegiatan sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Namun, jika orang atau badan asing yang berusaha di Indonesia tidak melaksanakan kewajiban tersebut, maka DJP berhak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.

Dalam hal orang pribadi asing atau badan asing yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap tidak melaksanakan kewajiban, direktur jenderal pajak dapat menerbitkan NPWP secara jabatan.

Dengan demikian, orang atau perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia otomatis menjadi subjek pajak sehingga keleluasaan DJP untuk pemeriksaan akan lebih besar. Namun, kewajiban ini tidak berlaku bagi orang atau perusahaan asing yang hanya melakukan persiapan dan penunjang. Hal ini untuk mencegah subjek pajak dikenakan pajak secara berganda.

Adapun, kriteria orang atau badan usaha yang berstatus BUT adalah memiliki tempat usaha di Indonesia yang bersifat permanen dan digunakan oleh orang dan badan asing untuk melakukan kegiatannya. Sebagai contoh, tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, hingga ruang untuk promosi dan penjualan. (baca: Janji Aturan OTT)

Ketentuan tersebut tidak terpenuhi jika tempat usaha di Indonesia hanya digunakan untuk penyimpanan data dan/atau pengelolaan data secara elektronik oleh Orang pribadi Asing atau Badan Asing, dan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing memiliki akses yang terbatas untuk mengoperasikan tempat usaha tersebut. (Baca: Aturan OTT mandek)

Selama ini, pemerintah mengalami kesulitan dalam mengejar pajak dari perusahaan lintas negara, terutama perusahaan-perusahaan teknologi raksasa. Namun, pada 2017, pemerintah mengaku berhasil mengantongi kesepakatan Google untuk membayar penuh kewajiban pajaknya yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Dengan pembayaran pajak tersebut, google sudah bisa dikelompokkan sebagai BUT. Ditjen pajak pun sebelumnya mengaku tengah mengejar pajak perusahaan teknologi raksasa lainnya, seperti Facebook dan Twitter. (Baca: Menjerat OTT)

Di PMK terbaru dinyatakan Badan Asing adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.   

Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. adanya suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia
b. tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a bersifat permanen, dan
c. tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

Bentuk usaha sebagai berikut merupakan bentuk usaha tetap:
a. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
b. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
c. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; daagen atau pegawai dari perusahaan asurans1 yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menenma prem1 asurans1 atau menanggung risiko di Indonesia.
(3) Pengertian usaha atau kegiatan mencakup segala hal yang dilakukan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan.(id)