Ini lima ciri layanan "Ojol" versi Kemenhub

JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Perhubungan (Kemenhub) tengah menyusun aturan perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor berbasis aplikasi (Ojek Online).

Dalam Rancangan Peraturan Menteri ini dibahas juga mengenai ciri pelayanan dari ojek online atau Ojol  yaitu:

1. Wilayah Operasi telah ditentukan
2. Tidak Berjadwal
3. Pelayanan dari pintu ke pintu
4. Tujuan perjalanan ditentukan penumpang
5. Besaran biaya jasa yang dikenakan sesuai kesepakatan atau yang tercantum pada aplikasi
6. Pemesanan dilakukan sesuai kesepakatan

“Nantinya sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat harus memenuhi aspek pelayanan, yaitu keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, keteraturan,” kata Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Ahmad Yani dalam keterangan kemarin.

Selain itu, dalam RPM ini diangkat pula mengenai usulan kesepakatan tarif yang telah dibahas dengan tim 10 dengan memepertimbangkan beberapa aspek. Tarif batas bawah yaitu Rp. 3.100 dan tarif batas atas Rp.3.500.

Di dalam RPM ini soal tarif disebut sebagai biaya jasa. Mengenai biaya jasa ini,ke depannya akan disusun juga Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat yang akan mengatur besaran biaya jasa 

Saat ini, Grab menerapkan tarif Rp 1.200 per kilometer, adapun Go-Jek memberikan Rp 1.600 untuk para mitranya.

Blunder
Sementara itu, pengamat ekonomi digital dari Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengingatkanpenetapan tarif tinggi dalam aturan Ojol berpotensi menimbulkan blunder bagi pemerintah.

Tarif yang tinggi akan menggerus elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah berjuang kembali terpilih untuk periode kedua. 

"Kalau banyak konsumen meninggalkan ojek online, ini bisa membahayakan industri digitalnya, dan akhirnya berimbas juga terhadap mitra pengemudi yang sepi order. Ini sangat merugikan bagi petahana," katanya.

Menurutnya, regulasi yang ditargetkan rampung pada Maret tahun ini, bagian dari strategi petahana meraup suara dari para pengemudi.

"Padahal, jumlah konsumen jelas lebih banyak ketimbang jumlah mitra pengemudi. Elektabilitas petahana akan terancam kalau Menteri Perhubungan tetap ngotot menetapkan tarif tinggi dan akhirnya berdampak ke konsumen, mitra pengemudi, dan industri digitalnya. Dampaknya ganda karena sektor logistik dan UMKM juga akan terpengaruh," ulasnya.(ak)