Pemerintah makin kencang lawan Hoaks jelang puncak pesta demokrasi

JAKARTA (IndoTelko) - Pemerintah makin kencang melawan berita bohong (Hoaks) jelang puncak pesta demokrasi 2019 pada April mendatang. 

”Tahun ini pesta demokrasi bangsa kita. Perlu bahu membahu untuk mencegah sesuatu yang akan menjadi perpecahan bangsa,” ungkap Deputi VII Kemenko Polhukam Rus Nurhadi seperti dikutip dari laman Kominfo (11/1). 

Menurut Rus Nurhadi, Kemenko Polhukam memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas keamanan dan kondisi nasional. "Kami akan terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga di bawah Polhukam," jelasnya.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo R. Niken Widiastuti menyatakan Kominfo bersama dengan Kemenko Polhukam lebih merapatkan barisan dan mengerahkan semua sumber daya yang ada. 

"Kebetulan Kominfo dalam hal ini Ditjen IKP tusi-nya melakukan diseminasi dan melakukan counter narasi terhadap informasi-informasi yang tidak sesuai dengan data dan fakta,” jelas Niken Widiastuti.

Niken menjelaskan salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan revitalisasi SIMAN. "Revitalisasi diperlukan karena tantangan di dunia maya yang sangat luar biasa. Hoaks setiap hari yang disebarkan tentunya sangat berbahaya. Selain hoaks, ada fitnah, provokasi, ujaran kebencian, dan menghasut. Kalau tidak ditangani secara sungguh-sungguh bisa berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa,” tambahnya.

Diungkapkannya, tantangan menangkal hoaks semakin besar, pasalnya beberapa aktivitas penyebaran menjadi semakin masif karena menggunakan akun bot atau akun palsu. Hal yang menjadi perhatian bersama bagaimana melakukan respons secara cepat agar tidak membuat masyarakat menjadi bingung.

“Kita menangkal hoaks tidak hanya untuk menangkal media sosial yang digerakan orang per orang, tapi sekarang ini justru medsos digerakkan oleh bot atau mesin-mesin. Sehingga kalau kita tidak cepat dalam merespons, akan membingungkan masyarakat dan masyarakat akan ada di situasi yang negatif,” ungkap Niken.  

Plt. Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, di Indonesia terdapat tiga tipe pelaku penyebaran hoaks yang dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan di tengah kehidupan masyarakat yang sangat pluralis ini. 

"Dalam konstruksi pemahaman hoaks, ada tiga tipe orang yang menyebarkan hoaks, pertama adalah orang yang apa adanya menggunakan internet, mereka berpikir bahwa semua informasi di internet adalah benar adanya," kata Ferdinandus. 

Ferdinandus menyebutkan tipe seperti ini biasanya sering dijumpai di kalangan orang yang lebih tua atau orang polos. Umumnya mereka ikhlas menyebarkan informasi bohong itu karena cepat terpengaruh dan kurang memiliki kemampuan untuk mengklarifikasi menggunakan internet. 

Sementara tipe yang kedua, justru dinobatkan bagi kaum terdidik yang memiliki kadar intelektualitas tinggi, hanya saja atas dasar kepentingan dan dengan tujuan menjatuhkan lawan politiknya sehingga turut bangga menyebarkan hoaks. 

"Mereka tau bahwa itu kabar bohong, itu termasuk hoaks, dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat tapi karena hoaks itu mendukung keyakinannya, mendukung pilihan politiknya bahkan bisa memusuhi lawannya, maka mereka melakukan tindakan itu," ujar Ferdinandus.

Menurutnya, di Indonesia cenderung banyak kalangan pendidik, elite politik hingga publik figur memiliki karakteristik tersebut. Ferdinandus menyayangkan perilaku kalangan terdidik dalam menyikapi hoaks yang dapat memicu konflik dan isu SARA di Indonesia. Ia berharap kaum pendidik lebih mengedepankan etika dan moral dalam menyampaikan informasi ke ranah publik.

"Tipe yang ketiga itu orang yang tahu informasi hoaks tapi tetap disebarkan karena bernilai uang, kita tahu bahwa konten-konten Youtube semakin kontroversi. Karena ketika di klik, semakin banyak orang juga mengklik, maka disitulah duit mengalir, ada dolar yang mengalir di situ," kata Ferdinandus.(wn)