Kemenhub garap aturan baru untuk transportasi online

JAKARTA (IndoTelko) -  Kementrian Perhubungan (Kemenhub) mengaku terus menggarap aturan pengganti untuk PM 108 yang dibatalkan Mahkamah Agung (MA) guna meregulasi transportasi online di Tanah Air.

“Saya bersepakat dengan Korlantas Polri bahwa hingga saat pergantian anggota DPR nanti di tahun 2019 akan riskan bila kami usulkan regulasi baru mengenai ojek online karena masa kerja mereka tinggal beberapa bulan sehingga aturannya akan kami buka peluang dengan menggunakan UU no 23 tahun 2014,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Budi Setiyadi dalam keterangan, kemarin.

Menurut Dirjen Budi dengan UU no.23 tentang Pemerintahan Daerah dapat mengatur persoalan ojek online. “Jadi ojek online dapat diatur dengan UU no 23 tentang Pemerintah Daerah, sepanjang tentang ketertiban dan keamanan dapat diurus,” kata Dirjen Budi.

Dirjen Budi juga mengharapkan ada level yang sama antara taksi konvensional dan online sehingga ke depannya tidak ada predatory pricing.

“Yang penting prinsipnya pemerintah harus memberikan perlindungan dari aspek keselamatan bagi pengemudi. Aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi pengguna juga hal penting yang harus diperhatikan,” kata Dirjen Budi.

“Ada 4 hal yang masih dapat dinormakan yaitu wilayah operasi, kuota, tarif dan penandaan dan plat nomor jadi yang lainnya memang dianulir dan tidak akan kami buat kembali,” jelas Dirjen Budi terkait regulasi baru pengganti PM 108.

“Terkait dengan regulasi yang kami susun, Kementerian Perhubungan melakukan regulasi terhadap angkutan online itu kewenangannya hanya kepada badan hukum. Untuk hal- hal mengenai wilayah operasi, tarif, kuota ini akan dilakukan pengaturan dan bertahap akan diimplementasikan,” ujar Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Direktorat Angkutan dan Multimoda Syafrin Liputo.

Sementara mengenai wilayah operasi, Kemenhub akan mendorong pemerintah daerah untuk menetapkannya segera karena banyak wilayah yang belum ditetapkan.

Lebih lanjut Syafrin menjelaskan bahwa dari putusan MA tersebut ada masalah terkait keselamatan dan keamanan penyelenggaraan transportasi yang tidak bisa diatur kembali, namun Menteri Perhubungan diberikan amanat untuk menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

“Oleh sebab itu setelah kita menetapkan pengaturan angkutan sewa khusus kita akan tindaklanjuti dengan Peraturan Menteri terkait dengan pemenuhan SPM dengan 6 kriteria yaitu keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan,” lanjut Syafrin.

Perwakilan dari FAKTA Azas Tigor Nainggolan mengatakan dalam UU 22 itu dijelaskan bahwa negara punya kewajiban. "Namun yang punya hati cuma Kemenhub padahal urusan (angkutan online) tidak cuma Kemenhub karena ini masalah transportasi dan media online jadi di sana ada hal lain yang perlu diatur. Di sini lemahnya kondisi negara. Kita tidak bisa mengorbankan hukum dan mengabaikan kepentingan masyarakat, hukum itu untuk melayani,” katanya.

Perwakilan Masyarakat Transportasi Indonesia Muslich Z. Asikin yang turut hadir dalam FGD tersebut menyatakan semua punya pasarnya sendiri. "Jadi tidak ada regulasi yang dapat berumur panjang kalau situasinya seperti ini, karena bergerak semua. Jadi yang harus dilihat itu kecenderungan demand dan supply seperti apa,” ujar Muslich.(ak)