Kominfo pastikan data di smart city tidak disalahgunakan

Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel A. Pangerapan.(dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ingin memastikan data-data masyarakat di daerah yang mengadopsi smart city tidak disalahgunakan agar publik tak dirugikan.

“Kami akan memastikan bahwa data smart city tidak berada di tangan asing dengan cara pengaturan perlindungan data pribadi,” kata Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel A. Pangerapan, seperti dikutip dari laman Kominfo (28/5).

Diakuinya, pengumpulan data serta analisis berbasis big data untuk smart city hal yang penting untuk pengambilan kebijakan publik yang lebih akurat," jelasnya.

“Big data akan membantu kita membuat kebijakan dan analisis untuk keputusan yang baik. Sekarang pun sebenarnya sudah bisa tapi kita harus punya undang-undang data pribadi karena kita sudah punya banyak data-data dari transaksi online dan lainnya. Harus ada batasannya kalau nggak nanti akan terpapar dan mengintervensi privasi kita,” paparnya.

Ditambahkannya, Kominfo juga tengah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. "Masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Salah satu revisi PP 82 adalah mengenai data center," katanya.

Jika sebelumnya diatur semua penyelenggara elektronik diwajibkan untuk memiliki data center di Indonesia, dengan revisi data center tidak diwajibkan ada di Indonesia.

"Revisi itu tidak termasuk kategori data sensitif yang sudah ditetapkan pemerintah. Penyelenggara yang memiliki data sensitif harus menempatkan data center di Indonesia," tandasnya.

Terdapat delapan sektor yang datanya masuk kategori strategis dan sensitif. "Yang dimaksud data strategis dan sensitif ini dilihat dari sifatnya yang sangat penting dan tidak boleh bocor. Kominfo sudah mengidentifikasi 8 sektor strategis, yaitu pemerintahan, ketahanan, keuangan, kesehatan, ESDM, transportasi, TIK, dan ketahanan pangan,” paparnya.

Di delapan sektor strategis inilah Pemerintah memiliki kewajiban untuk menempatkan data centernya di tanah air. "Termasuk Hal ini untuk melindungi data dan privasi warganya, termasuk menjaga ketahanan nasional," tambahnya.

Selain persoalan data center, materi perubahan PP 82 lainnya, seperti penyederhanaan arsitektur penyelenggaraan sistem elektronik, penyesuaian peran dan fungsi Instansi Pengatur dan Pengawasan Sektor (IPPS) untuk mendukung implementasi PP 82/2012 dan optimalisasi peran Kominfo dalam PP ini sebagai Regulator di Bidang Komunikasi dan Informatika.

Terkait dengan desain kebijakan e-Government nasional, dikatakannya, saat ini terdiri dari pengembangan aplikasi generik dan spesifik serta de-regulasi dan sinkronisasi regulasi yang berkaitan dengan e-Government.

“Selain mengacu pada sembilan point dalam Nawacita dan mengacu pada tiga point Trisakti yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan,” tandasnya.

GIDC

Sementara itu, guna mewujudkan SMART Nation, Kominfo mengajak instansi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota merumuskan bersama skema Government Integrated Data Center (GIDC).  

"Untuk menjamin kelangsungan operasional pemerintahan siber, kita perlu kolaborasi penyelenggaraan Data Center Nasional dan Data Center berstandar Internasional/Indonesia yang existing beroperasional," kata Kepala Dinas Kominfo, Statistik dan Persandian Provinsi Sulawesi Selatan Andi Hasdullah.

Kasubdit Teknologi e-Government Direktorat e-Government Ditjen Aptika Bambang Dwi Anggono mengatakan Pemerintah tidak berkeberatan setiap institusi  mengelola Data Center masing-masing. Namun menurut   Government Cloud Computing dalam penyelenggaraan e-Government yang terintegrasi akan lebih efisien.

"Apa yang terjadi pada dunia bisnis semestinya bisa diadopsi oleh dunia pemerintahan di Indonesia. Kita harus mulai bergerak dari dunia silo-silo yang di-drive oleh sektor-sektor pemerintahan di Indonesia, menuju pada komitmen pendiri bangsa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.

Kominfo berencana untuk mengefektifkan kebijakan untuk menerbitkan Sertifikat Kelaikan pada Sistem Elektronik sesuai amanah UU ITE dan PP tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik, termasuk sertifikat kelaikan pada Data Center.

"Kita perlu mengambil solusi terhadap Data Center yang dinyatakan tidak mampu mendapatkan Sertifikat Kelaikan, seperti pemanfaatan Data Center Nasional sebagai Data Center K/L/D, atau memanfaatkan Data Center instansi lain yang telah mendapatkan Sertifikat Kelaikan," katanya.

Dijelaskannya, guna memastikan implementasi itu, Kominfo akan mempercepat penerbitan regulasi yang mengatur standarisasi Data Center, khususnya di lingkungan Pemerintahan di Indonesia.  

"Penyelenggaraan infrastruktur berbagi pakai ini diperlukan semangat take and give dari seluruh pihak," jelasnya.

Saat ini Pemerintah masih mengidentifikasikan kebijakan sektoral pada tingkat kementerian dan lembaga menyebabkan dinas-dinas di Daerah mengelola Data Center atau Server Room masing-masing.

"Kami masih mengidentifikasikan bahwa jumlah Data Center atau Server Room pada 615 Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah masih berkisar pada 4000 hingga 5000 unit. Hal ini disebabkan dinas-dinas di Daerah masih mengelola Server room bagi kepentingan sektornya masing-masing," jelasnya.(ak)