Disambangi Facebook, Kominfo kembali tebar ancaman

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara usai menerima Vice President Facebook untuk Public Policy Asia Pacific, Simon Milner.(Foto: Kominfo)

JAKARTA (IndoTelko) - Hubungan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan jejaring sosial Facebook kembali "meriang".

Hal itu terlihat dari sinyal yang dikeluarkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara usai menerima Vice President Facebook untuk Public Policy Asia Pacific, Simon Milner, di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (7/5).

Rudiantara yang banyak dikritik publik karena suka "menebar" ancaman soal pemblokiran Facebook di media massa karena isu  Cambridge Analytica tanpa aksi yang kongkrit kembali melempar jurus mabuk.

Dalam pertemuan yang berlangsung kurang dari satu jam tersebut, ada empat poin utama yang dibahas dan disepakati, yaitu penanganan masalah yang berkaitan dengan Cambridge Analytica, komitmen penanganan konten negatif, dukungan Facebook untuk penyidikan oleh POLRI serta komitmen penanganan hatespeech atau kabar bohong di platform Facebook.

“Pertama, tadi disampaikan bahwa Cambridge Analytica sedang diaudit oleh otoritas di Inggris. Tapi saya sampaikan tadi di rapat, ngga bisa hanya nunggu dari otoritas Inggris, harus cari upaya lain. Dan Facebook lakukan parallel, sambil nunggu result UK authorities, Facebook juga lakukan beberapa tindakan untuk memastikan, terutama dari tahun 2014, tidak ada lagi yang lainnya,” papar  Rudiantara seperti dikutip dari laman Kominfo (8/5).

Hal kedua yang diminta oleh Kominfo adalah mengenai komitmen Facebook untuk bekerja sama dengan Pemerintah RI dalam hal penanganan konten negatif.

“Yang kedua adalah bagaimana kita manage konten negatif. Facebook performancenya setengah, 50% sampai akhir tahun 2017. Tapi sekarang sudah naik ke 68% dan masih ada PR how can we stretch from the 68% to the higher number. Ini juga bagian dari evaluasi penilaian oleh Kominfo bagaimana kerja sama Facebook menangani konten-konten yang dianggap negatif,” jelas Menteri Kominfo.

Rudiantara menekankan agar Facebook segera melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian. “Kominfo tidak berdiri sendiri, Kominfo fokusnya kepada masalah sanksi administrasi, while criminal sanction prosesnya di Kepolisian. Jadi setelah pertemuan ini saya juga harus koordinasi dengan polisi, saling update sudah sejauh mana,” jelasnya.

Mengenai adanya berbagai spekulasi mengenai pemblokiran, Rudiantara mengulang penegasan dalam beberapa kesempatan bahwa ia tak segan menutup platform agar peristiwa yang terjadi di Myanmar dan Srilanka, tidak terjadi di Indonesia.

Rudiantara menyatakan, Facebook diindikasi oleh Tim Investigasi PBB memiliki andil sebagai faktor kunci penyebaran hate speech yang menyasar kelompok minoritas Rohingya.

“Saya secara tegas mengatakan bahwa saya tidak pernah ragu untuk menutup sistem jika itu urusannya adalah provokasi pecahnya NKRI,” tegasnya.

Rudiantara juga menyatakan Facebook saat ini belum memiliki bentuk usaha tetap (BUT) dan belum membayar pajak.

"Saya tanya model bisnis kalian di Indonesia gimana? Orang lain sudah bayar pajak. Orang lain akan bikin PT dan  bisnis di Indonesia, Anda belum," tegasnya.

Ditegaskannya ada 3 alasan presensi Facebook di Indonesia harus diubah. Pertama, untuk customer service sehingga jika ada masalah jangan hanya mesin yang menanggapi. Kedua, hak dan kewajiban hukum Facebook agar segera dipenuhi. Ketiga, masalah fiskal yakni pajak.

Reaksi Facebook
Menanggapi hal itu, Simon Milner memastikan akan memberitahu publik Indonesia akan hasil investigasi yang dilakukan Facebook atas penyalahgunaan data pengguna oleh pihak ketiga.

“Saat ini kami masih menunggu update dari Komisi Informasi Inggris terkait investigasi Cambridge Analytica. Sembari menunggu kami juga melakukan investigasi untuk menemukan jika ada pengembang ataupun aplikasi lainnya yang melakukan hal yang sama. Begitu kita dapat hasilnya, kami pastikan semua pihak akan diberi tahu, baik pemerintah, kepolisian, terutama masyarakat yang terkena dampaknya,” tegas Milner.(ak)