Atur GO-JEK dan Grab, Kemenhub belajar dari Korsel

JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengkaji dan mempelajari sistem pengoperasian Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang ada di Korea Selatan sebagai salah satu benchmark untuk mengatur transportasi berbasis aplikasi (Ride-hailing) di Indonesia.

Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi Korea Selatan (Korsel) adalah negara yang berhasil menerapkan kebijakan Angkutan Sewa Khusus.

Ini disampaikan Menhub di sela pertemuan dengan Duta Besar Korea Selatan Kim Chang-Beom, di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta Kamis (12/4) seperti dikutip dari situs Dephub.go.id.

“Indonesia perlu mengkaji penerapan ASK di Korea Selatan dan mengambil hal-hal positif agar bisa diterapkan di Indonesia,” ujar Menhub.

Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi yang turut serta dalam pertemuan antara Menteri Perhubungan dengan Dubes Korea Selatan mengatakan terdapat dua solusi yang dilakukan di Korea Selatan, yaitu solusi regulasi dan solusi teknologi.

"Dari segi regulasi, di Korea Selatan itu ASK adalah pelengkap, bisa menggunakan pribadi dan melayani komuter, digandengkan dengan solusi teknologi yang menyediakan aplikasi gratis bagi taksi-taksi konvensional, sampai sekarang keseimbangan masih terjaga," katanya.

Lanjut Umar, perusahaan aplikasi asal Korea Selatan Kakao menyediakan aplikasi gratis bagi angkutan taksi dan ASK hanya boleh beroperasi pada jam-jam sibuk atau jam berangkat dan pulang bekerja.

Umar menyebutkan sebanyak 96% angkutan taksi sudah menggunakan aplikasi tersebut dan terhitung 18 juta pengguna sudah terdaftar di jasa online tersebut serta sudah ada 1,5 juta panggilan setiap harinya. Untuk tarif, taksi dan ASK tidak terlalu jauh berbeda yang membedakan adalah penggunaan aplikasi yang memudahkan konsumen.

Sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan dari segi peraturan baik di Indonesia maupun di Korea Selatan untuk mengatur ASK. Hanya saja, untuk aplikasi di Korea Selatan diberikan gratis, sedangkan di Indonesia sistem bagi hasil atau "profit sharing" 20% untuk aplikator, 80% untuk pengemudi.

Sebelumnya, Kemenhub mengaku tengah merancang aturan yang akan mewajibkan Ride-hailing seperti GO-JEK dan Grab masuk kategori angkutan umum. Beleid akan dirancang terbit sebagai Peraturan Menteri.

Dalam  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 tahun 2017, para aplikator Grab dan Go-jek mendapatkan kesempatan untuk memilih opsi menjadi vendor penyedia layanan angkutan atau sebagai angkutan umum.

Kedua aplikator tersebut memilih sebagai vendor dan kemudian diatur sebagai penyedia jasa Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek sesuai definisi di PM tersebut.

Tapi dalam pelaksanaan implementasinya, kedua aplikator bertindak sebagai perusahaan angkutan.  Padahal, pasal 65 Permenhub 108, disebutkan bahwa perusahaan aplikasi di bidang transportasi darat dilarang bertindak sebagai penyelenggara Angkutan umum.(ak)