Ini potensi kejahatan dalam sistem Cryptocurrency

Para pembicara di diskusi ID Institute tentang Cryptocurrency.(ist)

JAKARTA (IndoTelko) - Internet Development Institute (ID Institute) mengungkapkan potensi kejahatan yang berkembang dalam sistem pembayaran berbasis Cryptocurrency.

"Kejahatan dalam sistem Cryptocurrency ada tiga, yakni berkaitan dengan mencuri private key, ransomware, dan ancaman fisik ke pemilik dompet," ungkap Peneliti dari ID Institute Alfons Tanujaya, kemarin.

Menurutnya, aspek kerentanan pada sistem Blockchain yang digunakan Bitcoin, ada pada potensi penyisipan malware yang sangat besar. Untuk memunculkan suatu block Bitcoin, diperlukan sumber daya yang tidak murah. Dalam aspek tersebut, pada Miner dapat menyiasatinya dengan menyebarkan ransomware yang menyerang ribuan komputer untuk bekerja dibawah kendalinya.

"Contoh yang kami temukan, adalah dari situs LK21," katanya.

Ditambahkannya, perkembangan ransomware mendadak meningkat karena adanya anonimitas dalam sistem internet, suatu hal yang juga ada pada Blockchain. Ditambah, ketika Cryptocurrency “dicuri” tidak akan dikembalikan karena dengan teknologi Blockchain, kecuali Sang pemilik dapat membuat ribuan pemilik Crytocurrency lain untuk menyetujui penelusurannya. "Jadi tidak ada pengembalian atas setiap kecurian," ulasnya.

CEO Bitmastery.id swin Tanzil mengungkapkan tujuan utama dari Mining adalah untuk investasi dan earn.

"Secara pribadi saya hanya melakikan trading. Sementara itu, apa itu Mining? Dilakukan di Desktop dan CPU (mining farm). Mining adalah kegiatan memecahkan mathematical puzzle dalam tingkat kesuliran tertentu yang bergantung pada kerumitan algoritmanya," katanya.

Dijelaskannya, fungsi Miner bertugas untuk: melakukan validasi transaksi, mencari block baru,  dan  mencari Proof of Work.

Bitcoin memiliki value karena untuk menghasilkannya dibutuhkan tenaga Elektrik, Komputer, dan Waktu. Saking canggihnya teknologi tersebut, Bitcoin tidak bisa diduplikasi sebagaimana file digital lainnya. Inilah value tinggi dari Bitcoin. Bitcoin adalah era fintech baru yang kita tidak tahu bakal bawa kita kemana. Ia merupakan penemuan terpenting pasca internet," tukasnya.

Sementara Oscar Darmawan dari Bitcoin Indonesia menjelaskan dalam UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan, menyatakan bahwa komoditas adalah semua barang dan hak yang dapat menjadi subjek perjanjian atau kegiatan atas barang atau jasa baik berwujud maupun tidak berwujud. Dengan demikian, Cryptocurrency bisa dimaknakan sebagai golongan komoditas.

"Perundang-undangan tersebut sama sekali tidak cukup. Dibutuhkan peraturan lanjutan. Bagaimana pengaturannya saat ini belum ada," katanya.

Menurutnya, Cryptocurrency akan mendorong Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. Crypto akan meningkatkan penerimaan efisiensi pajak apabila diatur secara baik.

"Indonesia sudah ketinggalan banyak. Apabila sudah diatur dengan baik, komponen/aspek buruk dari pemanfaatan Cryptocurrency seperti pencucian uang dan lainnya akan sangat minim. Apabila dilarang, justru semua akan tidak terkontrol. Itulah juga yang menjadi alasan bagi G7 mengatur Crypto secara positif," katanya.

Diingatkannya, Bitcoin adalah produk cross-cutting yang tidak dapat dielakkan masyarakat dunia. "Konsumen hanya mengikuti pasar. Jadi, kalau tidak pasar di Indonesia, negara lain yang akan membuka pasar sehingga dengan demikian uang kita akan dibawa keluar Indonesia," pungkasnya.(id)