Amartha salurkan dana Rp 200 miliar bagi pelaku usaha

JAKARTA (IndoTelko) – PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) mengaku telah mendistribusikan dana sebesar lebih dari Rp 200 miliar (US$ 15 juta) ke pelaku usaha mikro.

“Sejak pertama berdirinya, Amartha terus berkomitmen untuk menghubungkan para pengusaha mikro unbanked, dengan para investor yang ingin menambah aset investasi di sektor yang lebih menguntungkan dan tentunya bernilai sosial. Keunikan lain terletak pada pengusaha mikro atau Mitra Amartha, yang seluruhnya adalah perempuan. Kini, lebih dari 72.000 perempuan pelaku usaha mikro di pelosok Indonesia telah menikmati layanan Amartha," ungkap Founder & CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, dalam keterangannya, kemarin.

Dikatakannya, selama 7 tahun berdiri, Amartha berhasil mempertahankan tingkat gagal bayar yang sangat rendah.

Hal ini disebabkan oleh salah satu manajemen risiko yang juga unik, yaitu dengan menerapkan group lending system (pinjaman kelompok) yang memiliki mekanisme tanggung renteng, dimana setiap peminjam akan dikelompokkan ke dalam satu kumpulan yang disebut Majelis.

Kelompok ini terdiri dari 15 - 25 orang peminjam yang tinggal berdekatan. Dengan sistem ini, setiap anggota bertanggung jawab untuk melakukan tanggung renteng atau menanggung risiko secara kelompok, apabila salah satu anggota mengalami kredit macet.

Anggota Dewan Komisaris Amartha dan juga Managing Partner Lynx Asia Partners, Djamal Attamimi mengatakan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mayoritas sebesar 49 juta UMKM dinilai masih unbanked dan membutuhkan akses permodalan.

Melalui layanan fintech P2P micro lending inilah, para pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang unbanked bisa mendapatkan akses keuangan berupa pinjaman dari investor.

"Jadi, jelas layanan ini juga membuka kesempatan bagi kita untuk memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat. Inilah mengapa, perusahaan P2P micro lending seperti Amartha terlihat begitu menarik. Apalagi dengan pengalaman Amartha di dunia keuangan dan keunikan mereka dalam mengelola dan mengembangkan bisnis di level bawah. Amartha sungguh dapat menjadi jenis aset (asset class) investasi baru yang potensial,” katanya.

Dijelaskannya, selain menawarkan profit yang menarik, lebih tinggi dari layanan konvensional lain yang sudah ada, Amartha juga mengupayakan agar para investor dapat merasakan transparansi dalam berinvestasi.

Amartha mengembangkan sistem skor kredit berdasarkan pendekatan psikometri untuk menilai kelayakan calon peminjam dan mengetahui riwayat pinjaman mereka. Skor kredit ini dapat dilihat oleh Investor, sehingga mereka dapat memilih secara langsung calon peminjam yang akan didanai sesuai profil usaha dan mempertimbangkan risiko yang diambil. Selain itu, informasi angsuran juga dapat dipantau secara online dan imbal hasil yang tersedia bisa ditarik dengan mudah

Seperti diketahui, salah satu pilihan produk investasi yang sedang berkembang pesat saat ini adalah investasi dengan konsep Peer-To-Peer (P2P) micro lending.

Perkembangan industri P2P micro lending memang diprediksi akan terus tumbuh sejalan dengan potensi pasar yang masih besar. Berdasarkan data dari lembaga riset Morgan Stanley, dana yang beredar di P2P micro lending global akan meningkat signifikan, bahwa diperkirakan pada tahun 2020 nanti dana yang dihimpun akan mencapai US$150-490 miliar.

Selain itu, data laporan PwC Global Fintech 2017 menunjukkan sebanyak 82% atau mayoritas perusahaan jasa keuangan seperti bank dan asuransi berencana untuk meningkatkan kemitraan dengan fintech dalam 3-5 tahun mendatang. Pertumbuhan dan potensi pasar ini menunjukkan bahwa P2P micro lending hadir sebagai jenis aset investasi baru yang aman dan dapat dipercaya.

Untuk diketahui secara global, fintech dengan skema P2P micro lending bukanlah hal yang baru di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Tiongkok.

Berdasarkan data Accenture, investasi keseluruhan pada bidang fintech mulai meningkat dengan nilai mencapai 3 kali lipat, dari US$ 928 juta menjadi US$ 2,97 miliar dalam kurun waktu 2008 hingga 2013, dan diprediksi akan semakin meningkat di tahun 2018.

Data Statista juga menunjukkan, nilai transaksi perusahaan fintech di Indonesia sepanjang tahun 2017 ini diprediksi akan tumbuh 27,5% menjadi US$ 18,65 miliar, dibandingkan tahun lalu yang sebesar US$ 14,5 miliar.

Di Indonesia, fintech juga telah disambut baik oleh pemerintah dan regulator. Otoritas Jasa Keuangan hingga Bank Indonesia juga telah berkolaborasi untuk mendorong pertumbuhan dan mengawasi industri ini, serta lebih dini dalam memitigasi risiko.

Untuk itu, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau Peer-to-Peer (P2P) Lending, yang akan disusul dengan ketentuan lain terkait fintech agar regulasi semakin jelas dan lengkap.(wn)