Ini eCommerce yang memiliki masa depan cerah

ilustrasi

JAKARTA (IndoTelko) - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memprediksi ada empat kriteria eCommerce yang memiliki potensi besar dalam memimpin pasar di masa depan.

Kriteria pertama, yaitu eCommerce yang memiliki konsumen dengan perilaku membeli produk berdasarkan kebiasaan atau biasa disebut sebagai habitual buying.

eCommerce dengan konsumen habitual buying ini mampu bertahan, karena mereka akan terus membeli produk yang menjadi kebiasaan mereka.

Kedua, eCommerce yang ekosistemnya besar, yaitu eCommerce yang dapat terkoneksi kemana-mana dan tidak hanya menjual produknya sendiri.

“Dengan begitu, konsumen bisa membeli apa saja sekaligus membayar langsung di eCommerce tersebut,” prediksi Ketua Bidang Bisnis dan Ekonomi idEA pada Seminar Economic Outlook 2018 Ignatius Untung, belum lama ini.

Sedangkan kategori ketiga adalah eCommerce yang mampu ​memantau dan mengatur promo harga dari seluruh barang yang dijual di ekosistemnya sehingga dapat menarik konsumen tanpa merugikan perusahaan.
 
"Terakhir, tentunya eCommerce yang mampu memberikan pengalaman konsumen yang baik," pungkasnya.

Isu Pajak
Sementara itu, ditengah terus meroketnya pamor eCommerce, pemerintah memastikan pengenaan pajak terhadap transaksi elektronik (e-commerce) nantinya tidak akan merugikan Wajib Pajak (WP) dan lebih adil baik bagi para pelaku usaha konvensional maupun digital.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamis, mengatakan pihaknya tengah memformulasikan tata cara cara pengenaan pajak terhadap transaksi elektronik tersebut untuk menciptakan level kesetaraan (same level of playing field) antara konvesional dan digital.

"Tidak ada satu kelompok pembayar pajak yang dirugikan karena tidak adanya atau tidak samanya perlakuan pajak dari kegiatan-kegiatan tersebut. Saat ini, kebijakan tersebut sedang diformulasikan dengan adanya dirjen pajak baru dan tentu akan dilihat dan difinalkan dengan dirjen bea cukai dan BKF untuk bisa segera kita luncurkan," ujar Sri Mulyani, belum lama ini.

Pemerintah telah menyatakan bahwa pengenaan pajak terhadap transaksi elektronik akan lebih berkaitan dengan tata cara, bukan kepada pengenaan pajak jenis baru. Pemungutan pajak diberlakukan kepada pelaku e-commerce yang memiliki aplikasi, dan bukan merupakan objek pajak baru karena hanya cara transaksinya saja yang berubah dari konvensional ke elektronik.

Untuk metode pengenaan pajaknya sendiri, hingga kini masih dalam proses kajian dan penyusunan, karena WP yang terlibat dalam transaksi elektronik tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

Pengaturan pajak yang dikenakan juga disebut tidak akan jauh berbeda dengan transaksi yang berlaku pada jual beli secara konvensional. Melalui pengenaan pajak terhadap transaksi tersebut, maka seluruh kegiatan ekonomi melalui daring dapat terekam dan bisa meningkatkan ketaatan WP kepada pembayaran pajak.

"Intinya, tidak ada satu paket kebijakan untuk membedakan, tapi kita akan lebih atur, supaya pemungutan bisa dilakukan secara efektif," pungkasnya Sri Mulyani.(ak)