Laju registrasi prabayar mulai melambat?

JAKARTA (IndoTelko) - Registrasi kartu prabayar yang mensyaratkan validasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Kependudukan (KK) akhirnya dimulai tanggal 31 Oktober 2017.

Penetapan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, yang terakhir telah diubah dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Menkominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

Lantas bagaimana laju registrasi prabayar setelah masuk 7 November 2017?

Pantauan IndoTelko melalui situs resmi Kominfo.go.id terlihat angka registrasi mengalami pelambatan tak lagi sekencang 31 Oktober 2017-1 November 2017.

Pada 31 Oktober 2017 ada sekitar 25 jutaan nomor prabayar diregistrasi melonjak dibanding 30 Oktober yang baru 14 jutaan nomor. Pada 1 November 2017 sudah ada 31 jutaan nomor yang terdaftar.

Namun setelah itu terlihat grafik cenderung landai dimana per hari dibawa tiga jutaan nomor yang melakukan registrasi.

Indonesia sendiri memiliki 350 juta nomor seluler yang beredar dimana 98% diantaranya adalah pelanggan prabayar. Artinya, jelang Februari 2018 diluar calon pelanggan baru masih banyak nomor yang harus diregistrasi ulang operator.

Salah satu isu yang belum tuntas terkait kebijakan registrasi dengan NIK dan KK adalah keamanan data penduduk di tangan operator.

Menanggapi pro kontra kerjasama antara Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dengan operator, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menegaskan, bahwa dalam kerjasama itu, pemerintah tidak dalam posisi memberikan data kependudukan. Tapi kerjasama itu, hanya pemberian akses saja pada pihak lain yang menjalin kerjasama.

"Namun demikian, apabila ada pihak yang berpendapat bahwa kerjasama pemanfaatan data kependudukan menyalahi UU, besar kemungkinan, dalam bayangannya, data kependudukan diserahkan kepada pihak lain," kata Tjahjo dalam keterangan resminya, kemarin.

Tjahjo pun menegaskan, dakam kerjasama itu, pihaknya tidak memberikan data. Tapi, pihak lain yang menjalin kerjasama hanya sebatas diberi akses ketika mereka butuh, misalnya untuk memvalidasi data consumernya. Jadi, tak benar, jika kemudian dikatakan dengan kerjasama itu, pihak lain bisa  memiliki data kependudukan secara keseluruhan.

"Yang berjalan sekarang adalah memberikan hak akses untuk bisa memvalidasi data custumer agar terhindar dari pemalsuan," katanya.

Menurut Tjahjo, pihak lain tidak diberikan hak, misalnya  memindahkan atau mengcopy data penduduk. Dan  ini sejalan dengan amanat Pasal 79 ayat (1) sampai dengan  (4) UU Nomor 24 tahun 2013.(id)