Menyoal pengadaan mesin sensor konten internet

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menggelar lelang Belanja Modal Peralatan dan Mesin Pengadaan Sistem Monitoring dan Perangkat Pengendali Situs Internet Bermuatan Negatif.

Dalam situs resmi LPSE Kominfo dinyatakan nilai pagu anggaran untuk mesin sensor internet ini di kisaran Rp 211,8 miliar.  

Lelang ini dibuka pada 30 Agustus 2017 dan penandatanganan kontrak diperkirakan selesai pada 12 Oktober 2017. Penetapan pemenang rencananya pada 5 Oktober 2017.

Satuan kerja yang menggelar lelang adalah Ditjen Aplikasi dan Informatika dengan menggunakan APBN 2017. Lelang ini diikuti 72 peserta.

Sistem yang ingin dibangun Kominfo sepertinya lumayan canggih yakni seperti deep packet inspection (DPI). Kabarnya, Kominfo membutuhkan perangkat keras dan lunak sistem crawling dan data mining. Perangkat pusat kendali berupa led display, video processor, all in one rack server, AC, fire system, control system.

Dalam kebutuhan untuk sensor konten, Kominfo mensyaratkan sistem harus bisa menyimpan CDR-IP (IPDR) operator dan log traffic internet agar  pemantauan proaktif dapat berkomunikasi dengan sistem penapisan dan pemblokiran.

Memiliki kemampuan untuk mengusulkan tabel URL yang mengandung konten negatif dengan topik tertentu dalam waktu kurang dari 15 menit untuk sumber-sumber data yang sudah terdefinisi sebelumnya (predefined). Besaran data dihitung berdasarkan asumsi 3000 page per menit per server.

Sistem crawling dan data mining yang diusulkan harus dapat membaca data yang diperoleh dari NAP syslog, Kemkominfo white list & black list site, google custom search API.

Sistem harus memiliki garansi untuk bug support selama tiga tahun begitu juga untuk perangkat keras dan lunak yang ditawarkan untuk sistem crawling dan data mining. Perangkat keras nantinya memiliki penyimpanan dengan kapasitas minimal 30 Terabyte.

Tak hanya itu, sistem harus memiliki kemampuan untuk menghindari pemblokiran IP oleh situs tujuan (misalnya mekanisme penggantian IP)  minimal setahun.

Mesin nantinya akan melakukan pencarian secara aktif berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh  Kominfo seperti pornografi, perjudian, dan kegiatan lain yang ilegal. Semua peralatan akan dioperasikan oleh Kominfo. Penyedia hanya menyediakan perangkat dan implementasi in house, bukan subscription.

Tak hanya itu, pemenang lelang harus mampu menyediakan koneksi dan internasional internet subscription dari Pusat Data (Data Center) ke Internet menggunakan 10 ISP dengan kapasitas bandwidth minimal 100 Mbps per ISP dengan 64 IP Publik per ISP. Menyediakan koneksi leased line dari 8 titik yang ada di Operator Jaringan ke Pusat Data (Data Center) dengan kapasitas 1 Gbps per lokasi. SLA jaringan yang diharapkan adalah 99,5%.

Prosedur
Selama ini proses penapisan konten di Kominfo mengandalkan database Trust+ Positif. Situs  yang masuk daftar hitam Turst+ Positif berdasarkan aduan dari masyarakat dan dievaluasi  tim Direktorat Keamanan Informasi Kominfo.   

Data di Trust+ Positif inilah yang harus dipatuhi oleh penyedia jasa layanan internet. Jika ada PJI yang menolak mematuhi aturan untuk menutup situs yang ada di database Trust+Postif, tentu saja ada sejumlah sanksi yang menunggu.

Tanda tanya
Bagi sebagian kalangan, lelang ini menimbulkan tanda tanya karena Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tengah dibentuk.

BSSN sendiri embrionya adalah Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dan Direktorat Keamanan Informasi Kominfo yang berada di bawah Ditjen Aptika. 

Menkominfo Rudiantara dalam berbagai kesempatan mengaku tengah memacu organisasi BSSN pada September ini. Pertanyaannya, jika metode Trust+ Positif masih bisa digunakan selama transisi efektifnya BSSN, kenapa tender pengadaan mesin sensor ini tetap dikebut.

Bukankah lebih baik menunggu BSSN resmi beroperasi karena nantinya yang akan menggunakan mesin adalah organisasi ini. Belum lagi nantinya Direktorat Keamanan Informasi Kominfo akan dilebur juga ke dalam BSSN.

Hal lain yang menggelitik adalah rentang waktu lelang dan tenggat untuk bisa membuat mesin mulai beroperasi yang lumayan singkat sejak penetapan pemenang.

Jika pengerjaan instalasi hingga beroperasinya mesin baru ini hanya di bawah dua bulan, tentu bagi mereka yang biasa bermain di lelang pemerintah menjadi tanda tanya. (Baca: Lelang mesin sensor)

Untuk mendatangkan barang dari luar negeri saja butuh proses yang panjang. Jika melihat spesifikasi hardware, tak semuanya ada di Indonesia. Apalagi, skema pendanaan digunakan lumpsum dimana artinya tak boleh ada kustomisasi dilakukan pemenang.

Lelang mungkin tak bisa dihentikan, tetapi meminta Kominfo untuk lebih terbuka tentang proses dan tujuan pengadaan mesin sensor ini tentu hal yang wajar menjadi tuntutan publik.

@IndoTelko