Indonesia tak butuh Forum OTT

Pengguna tengah mengambil foto untuk diunggah dalam platform jejaring sosial milik Over The Top (OTT). Maraknya penggunaan OTT membutuhkan aturan yang jelas di Indonesia.(dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Rencana Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk membentuk Forum Nasional Kebijakan Layanan Over the Top (OTT) dianggap sebuah pemborosan anggaran dan tak dibutuhkan oleh industri telematika.

Wacana pembentukan Forum OTT ini tertuang dalam draft Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten melalui Internet atau dikenal dengan aturan untuk Over The Top (OTT).

Dalam Pasal 14 dinyatakan Menteri dapat membentuk Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT yang membantu Menteri dalam menentukan kebijakan terkait penyediaan Layanan OTT di Indonesia.

Forum ini terdiri atas wakil pemerintah, wakil masyarakat terdiri dari para Praktisi, Akademisi, dan/atau Asosiasi.

Susunan keanggotaan Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT terdiri dari Dewan Pakar, Ketua Forum, dan Anggota. (Baca: Rencana Forum OTT)

Forum ini jika diloloskan dalam rancangan aturan akan bertugas terhadap pengawasan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, perdagangan, perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, dan lainnya.

Ketua Forum Nasional Kebijakan Layanan OTT  adalah Direktur Jenderal yang merangkap sebagai Anggota. Sekilas, tugas pokok dan fungsi dari Forum OTT Nasional seperti regulatory body bagi pemain OTT alias mirip-mirip dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bagi operator telekomunikasi.

"Jika Forum OTT itu dibentuk, artinya mengerdilkan peran dan fungsi BRTI. Payung hukum BRTI lebih jelas, kenapa bukan lembaga ini saja diperkuat hingga menjangkau OTT?. Jika dibentuk badan baru, tentu akan membebani APBN dan memperpanjang birokrasi yang tidak perlu," saran Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) Kamilov Sagala, kemarin.

Diprediksinya, jika Forum OTT versi draft RPM dibentuk maka bisa menimbulkan gejolak tak hanya di kalangan OTT, tetapi juga pengguna dan operator. "Susunanan keanggotaannya saja seperti dipagerin. Lha gimana mau mengayomi semua pihak," sungutnya. (Baca: Draft RPM OTT)

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyarankan, sebaiknya BRTI diperkuat dengan memaksimalkan dan menambah  fungsi BRTi sebagai core, ditambah dewan pakar dan tim dari lembaga lain termasuk akademisi, perwakilan konsumen dan lainnya.

"Janganlah setiap ada regulasi baru semangatnya membuat lembaga baru untuk mengakomodir berbagai kepentingan. Tak elok itu," pungkasnya.(id)