Google dan Twitter akan lebih cepat tangani konten negatif di Indonesia

Menkominfo Rudiantara usai pertemuan dengan perwakilan Google (Foto:Kominfo)

JAKARTA (IndoTelko)  – Google dan Twitter berjanji akan lebih cepat menangani konten negatif di platformnya.

Hal itu terkuak dari hasil pertemuan antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan kedua pemain Over The Top (OTT) itu pada Jumat (4/8).

Pertemuan yang dipimpin oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara didampingi Direktur Jenderal Aplikasi Informatika tersebut dihadiri oleh Ann Lavin, perwakilan Google Asia Pacific, serta Shinto Nugroho, perwakilan Google untuk Indonesia.

 Pertemuan ini membahas peningkatan Service-Level-Agreement (SLA) dalam penanganan isu terorisme dan konten radikal serta konten negatif lainnya yang memerlukan penanganan secara cepat dan seksama dalam platform Google.

“Intinya membahas bagaimana meningkatkan SLA dalam menangani konten negatif di platform keluarga Google,” kata Rudiantara seperti disiarkan laman Kominfo.

Kehadiran SLA yang sesuai ini merupakan pelayanan masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan keyakinan akan penanganan konten bermuatan negatif secara baik dan responsif.

“Dalam pertemuan, Google dan Kominfo telah sepakat untuk menerapkan sistem baru yang disebut Trusted Flagger. Jika sebelumnya permintaan kepada Google dilakukan hanya lewat email. Selain itu juga ada Legal Removers untuk hal-hal berkenaan dengan pelaksanaan penegakan hukum,” katanya.

Dalam penanganan konten negatif, selama ini ada beberapa konten yang dianggap bertentangan dengan aturan dan budaya Indonesia namun tidak bertentangan jika menurut community guide, sehingga dianggap seolah ada pembiaran. Hal inilah yang mendorong pemerintah juga melibatkan komunitas atau masyarakat tertentu yang memiliki kapabilitas untuk menilai konten-konten dan menyampaikannya atau melaporkannya kepada penyedia layanan media sosial.  

Trusted Flaggers merupakan pelaporan dengan cara memberikan flag pada konten tertentu yang dapat dilakukan oleh selain Kementerian Kominfo, juga dilakukan oleh masyarakat tertentu dari Civil Society Organization di Indonesia yang diakui dan dipercaya oleh Google.

Perwakilan Google Asia Pacific Ann Lavin mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pemerintah untuk melatih para Trusted Flaggers ini. “Kami bekerja sama dengan pemerintah, kementerian, untuk melatih para flaggers. Trusted Flaggers ini berasal dari local expertise, jadi mereka ahli dalam menentukan dan membuat penilaian atas konten tertentu. Selain bersama Kemkominfo, Google juga akan melibatkan masyarakat melalui civil society organization (CSO) seperti ICT Watch, MAFINDO (Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia), dan Wahid Institute,” kata Ann Lavin.

Sistem Trusted Flaggers saat ini masih dalam tahapan uji coba pilot project, dan diharapkan dalam dua hingga tiga bulan ke depan sudah bisa berjalan sepenuhnya.

Selain Trusted Flaggers, Google juga akan memberlakukan sistem Legal Removals yang berkaitan dengan legal dan penegakan hukum di Indonesia.

“Pemerintah dalam hal ini ngga sendiri, saya mau libatkan masyarakat sipil untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah rezime of censorship. Tidak akan ada ruang untuk menyalahgunakan kewenangan terkait penanganan konten negatif di media sosial ini, yang dilakukan pemerintah betul-betul untuk kepentingan negara dan bangsa,” tegas Rudiantara.

Twitter
Setelah pertemuan dengan Google, Rudiantara didampingi Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan di hari yang sama juga melakukan pertemuan dengan perwakilan Twitter Kathleen Reen, Asia Pacific Director, Public Policy & Philantrophy.

Pertemuan tersebut berfokus pada pembahasan peningkatan Service Level Agreement (SLA) Twitter dalam menangkal konten-konten radikal dan terorisme, dan juga konten negatif lainnya yang tak kalah penting yaitu narkoba dan pornografi anak.

Semuel menjelaskan hasil pertemuan dengan Twitter adalah platform ini  sudah punya program untuk meningkatkan pelayanan respon yang masuk dalam kategori konten-konten yang harus ditangani secara cepat.

“Selain memberikan akses khusus, Twitter akan mempercepat (to expedite) permintaan Kementerian Kominfo kepada Twitter untuk berbagai jenis konten negatif khususnya dalam penanganan konten radikalisme dan terorisme,” tegas Semmy.

Rangkaian pertemuan antara Kemkominfo dengan penyedia aplikasi media sosial ini merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani konten negatif.

“Kita terus memperkuat koordinasi untuk mendapatkan penanganan yang semakin responsif. Para penyedia media sosial perlu mendapatkan update dari Kementerian Kominfo untuk kemudian ditekankan penanganan yang responsif di sisi penyedia layanan media sosial. Selain radikalisme dan terorisme, dan tidak kalah penting adalah konten-konten SARA, Ujaran Kebencian, Pornografi, Pornografi Anak, cyber bullying, semuanya memerlukan kecepatan tanggapan dan penanganan,” jelas Semmy.(id)