Mulai panas di jalur 4.5G

Pelanggan tengah menjajal layanan 4.5G(dok)

Membuka tahun 2017 sejumlah operator mulai pamer teknologi terbaru untuk mobile broadband.

Smartfren Telecom dengan menggandeng  ZTE Corporation (ZTE) melakukan uji coba inovasi Massive MIMO Base Stations dan Multi-Antenna Space Division Multiple Access (SDMA)yang bisa mengoptimalkan jaringan 4G LTE Advanced.

Teknologi terbaru ini menjadikan pelanggan dapat merasakan kecepatan jaringan yang lebih cepat, stabil, dan luas jangkauannya. Bahkan dengan perangkat yang mendukung, akses internet bisa dinikmati pelanggan hingga 400Mbps. Emiten dengan kode saham FREN ini menyatakan aksi mengadopsi teknologi ini untuk persiapan menuju 5G.

Sejauh ini teknologi terbaru itu diimplementasikan di Jakarta dan Surabaya. Smartfren berencana mengimplentasikan teknologi ini hingga di 100 lokasi lain hingga kuartal ketiga tahun ini.

Tak mau kalah, Indosat Ooredoo kabarnya juga siap meluncurkan teknologi 4,5G memasuki 2017 setelah berbagai persiapan dilakukan seperti modernisasi jaringan dan membangun pusat data.

Indosat menyatakan, pelanggan yang selama ini sudah menggunakan kartu 4G saat akan menggunakan 4,5G tidak perlu mengganti kartu, karena secara otomatis akan berubah menjadi dengan sendirinya. Sejauh ini anak usaha Ooredoo itu memiliki 81,6 juta pelanggan dan mencatatkan peningkatan penggunaan data sebesar 114,2% dibandingkan tahun sebelumnya.

Mengejar
Jika dilihat, aksi dua operator ini menawarkan 4.5G agak terlambat dibandingkan Telkomsel dan XL.

Telkomsel bersama Ericsson, Huawei, Nokia, dan ZTE sebagai mitra penyedia teknologi dan jaringan telah mencanangkan mengimplementasikan teknologi 4.5G di sembilan kota di Indonesia pada Desember 2016.

Teknologi 4.5G yang diimplementasikan Telkomsel memanfaatkan teknologi Long Term Evolution (LTE) di spektrum frekuensi 1.800 MHz dengan lebar pita 20 MHz yang dikombinasikan dengan teknologi 4X4 MIMO. Penggabungan teknologi tersebut memungkinkan akses data melalui teknologi 4.5G lebih cepat hingga dua kali lipat daripada teknologi 4G serta latensi yang sangat rendah, kurang dari 10 milidetik dibandingkan teknologi 4G.

Sejauh ini Telkomsel telah menggelar lebih dari 5.200 eNode B (BTS 4G) yang melayani lebih dari 12 juta pelanggan 4G LTE di lebih dari 180 kota kabupaten di Indonesia hingga saat ini.

Jauh sebelumnya atau tepatnya di November 2016, PT XL Axiata Tbk (XL) melakukan uji coba LTE-Advanced LAA (License Assisted Access) bersama  Ericsson.

Technology LTE-Advanced LAA adalah bagian dari perkembangan teknologi LTE-A (LTE-Advanced) yang menggabungkan frekuensi yang dimiliki oleh operator yaitu licensed band 900 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz, dengan frekuensi un-licensed di 5 GHz yang bisa digunakan bersama dengan pelayanan WiFi.

Kegunaan teknologi ini adalah untuk meningkatkan kecepatan menjadi lebih maksimum sampai dengan 300 Mbps dan memberikan kapasitas LTE menjadi lebih besar, yaitu dari 150 Mbps menjadi 300 Mbps.

Teknologi LTE-A LAA sendiri masih baru dalam standarisasi 3GPP. Ketersediaan BTS yang support LTE-LAA dari Ericsson seperti  RBS 6402, yang didemokan pada kesempatan kali ini, baru akan tersedia secara komersial di sekitar kuartal pertama tahun depan. Sementara itu, terminal untuk pelanggan baru akan tersedia sekitar pertengahan 2016.

Terbaru, pada Januari 2017, XL mulai menjajaki penerapan teknologi modulasi 4x4 MIMO 256 QAM (Quadrature Amplitude Modulation).

Teknologi ini meningkatkan kecepatan sebesar 30% diatas teknologi 4x4 MIMO yang sudah diterapkan oleh XL saat ini, hingga mencapai lebih dari 360 Mbps untuk lebar spektrum yang sama (20 MHz). XL meyakini, pada layanan 4G LTE, kecepatan dan kapasitas yang semakin baik akan memperbesar manfaat positif layanan 4G bagi pelanggan dan masyarakat penggunanya.

Perbedaan teknologi ini dengan MIMO 4x4 (4T4R) yang telah diimplementasikan oleh XL adalah pada teknologi modulasi yang digunakan yaitu  256 QAM. Dengan hanya melakukan software upgrade, teknologi modulasi 256 QAM ini memberikan peningkatan kecepatan throughput data hingga 30% diatas dari teknologi sebelumnya yang berbasis modulasi 64 QAM.

Penerapan teknologi modulasi 256 QAM ini kini sedang dalam persiapan, dan akan diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan akan kapasitas dan kualitas layanan ke pelanggan.

Dalam persiapan ini, XL didukung pula oleh Ericsson. Sejak komersialisasi layanan 4G LTE, XL juga telah melakukan persiapan teknis untuk penerapan sejumlah teknologi guna meningkatkan kualitas layanan XL 4G LTE mulai dari Carrier Aggregation(CA), License Assisted Access (LAA), dan kini Modulasi LTE 256 QAM. XL sudah mulai menerapkan teknologi 4.5G 4x4 MIMO di Jabodetabek, Bandung, DIY dan Jawa Tengah, Surabaya, dan Denpasar.

Semua operator nyaris mengapungkan alasan yang sama tentang adopsi 4.5G, yakni trafik data makin melonjak. Di XL, jika pada Juni 2016 trafik sekitar 107 TB per hari, maka terus meningkat menjadi 605 TB di Desember 2016. (Baca: Ekonomi Digital)

Hadirnya layanan mobile broadband yang lebih cepat dan stabil akan mendukung keseruan menikmati layanan konten digital dalam beragam format, seperti Ultra High Definition (UHD) Video (4K Videos), Virtual Reality (VR), serta penerapan konsep Internet of Things, yang juga diharapkan dapat mendorong serta menguatkan terwujudnya Smart City di Indonesia.

Kendalanya, saat ini perangkat 4.5G di Indonesia masih dalam jumlah terbatas. Hal lainnya, benarkah 4.5G yang menjanjikan kecepatan tingkat tinggi menjadi kebutuhan pelanggan?

Jika dilihat laporan yang dikeluarkan lembaga OpenSignal untuk periode November 2016, kecepatan layanan 4G di Indonesia rata-rata 8,79 Mbps dengan ketersediaan hanya 58,84% dari populasi. Ini menjadikan Indonesia berada di posisi ke-74 secara global untuk periode Agustus-September-Oktober 2016. Di kuartal sebelumnya Indonesia berada di posisi 68 dengan kecepatan 5,37 Mbps. (Baca: Laporan OpenSignal)

Angka ini jauh tertinggal di banding Malaysia dengan kecepatan rata-rata 4G mencapai 15,8 Mbps, Thailand (15,73 Mbps), Kamboja (13,43 Mbps). Indonesia hanya unggul dari Filipina untuk kawasan Asia Tenggara dengan 7,27 Mbps.

Singapura dan Korea Selatan adalah jawara soal kecepatan 4G dengan rata-rata  45 Mbps. Di Korea Selatan tingkat ketersediaan 4G mencapai 95,7%. Sementara di Singapura kecepatan download dengan 4G mencapai 45,9 Mbps.

Merujuk ke laporan ini benarkah adopsi 4.5G yang dibutuhkan atau pemeratan kecepatan dan keterjangkauan broadband yang dibutuhkan?

Sebaiknya aksi pamer 4.5G ini tak terlalu digeber dan operator menuntaskan pekerjaan yang dimulai sejak 2014 yakni memindahkan pelanggan 2G atau 3G ke 4G dan membangun broadband dengan kecepatan ideal bagi masyarakat.

@IndoTelko