JAKARTA (IndoTelko) – Indonesia butuh jaringan fixed broadband untuk melayani ketersediaan akses di masa depan.
Perekayasa Pusat Teknologi Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Sasono Rahardjo mengatakan, kemajuan teknologi adalah hal yang tak terelakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
"Selama ini Indonesia mengedepankan penetrasi pita lebar bergerak (mobile broadband) dan ketinggalan mengurus pita lebar tetap (fixed broadband). Padahal, dimasa depan semua terkoneksi, tidak hanya manusia," katanya, kemarin.
Diungkapkannya, saat ini jaringan 5G, Internet of Things (IoT) dan big data menjadi tren teknologi masa depan yang sangat dekat. Fasilitas mobile broadband saja tidaklah cukup mampu melayani ketersediaan akses.
Menurutnya, jaringan 5G, IoT, dan big data memiliki karakteristik agregasi trafik yang besar dan tidak hanya mencakup komunikasi antar manusia, tapi juga komunikasi antar mesin. Hal ini menjadi tantangan dalam penyediaan infrastruktur komunikasi berkapasitas besar, terutama jika telah terjadi keterbatasan ketersediaan spektrum frekuensi (spectrum crisis) dan permasalahan kecepatan akses.
Mengacu ke dokumen rencana pita lebar Indonesia tahun 2014-2019, sejak tahun 2013 telah terjadi spectrum crisis di Indonesia dan diperkirakan makin memburuk pada tahun-tahun berikutnya. Disinilah peran dari infrastruktur fixed broadband berperan besar di sini.
"Tidak hanya sebagai jaringan backbone saja bahkan juga sampai ke jaringanbackhaul dan akses, dengan kapasitas besar dan relatif tidak terhambat oleh ketersediaan spektrum frekuensi," katanya.
Walau tentunya memiliki tantangan tersendiri dalam implementasinya. Oleh karena itu, ketersediaan akses pita lebar yang merata di seluruh Indonesia tentu pada akhirnya akan membantu program untuk memeratakan kemampuan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.
Tentu saja, pemerintah bisa membantu penetrasi infrastruktur ini untuk wilayah-wilayah yang belum memiliki daya tarik ekonomi dari sisi bisnis provider telekomunikasi dengan fasilitas USO atau kewajiban pelayanan universal.
Ditambahkannya, selain penting untuk TIK, jaringan pita lebar juga dapat mengoptimalkan sistem peringatan dini bencana atau early warning system(EWS).
"Telah ada contoh Cable Based Tsunami Early Warning System (CBT) yang berbasiskan serat optik telah dimanfaatkan oleh Jepang sebagai negara yang memiliki risiko bencana tsunami," ujarnya.
Dengan CBT diharapkan transmisi sinyal tanggap bencana bisa lebih cepat didapatkan. Selain itu CBT memang bisa lebih mengurangi vandalisme dibandingkan sistem buoy. Sebab fiber optik berada di kedalaman tertentu di bawah permukaan laut dan dibutuhkan kemampuan tertentu untuk mengambil kabel tersebut jika sudah dimasukkan dalam laut.(ak)