JAKARTA (IndoTelko) – Proyek pembangunan serat optik yang menjadi tulang punggung infrastruktur telekomunikasi nasional, Palapa Ring, dianggap akan menggairahkan industri kabel tanah air.
“Saya sebagai pengusaha di industri telekomunikasi menyambut dengan sangat gembira dan antusias atas pengumuman pemenang proyek Palapa Ring. Apa yang menjadi wacana beberapa puluh tahun di pemerintahan yg sebelumnya, kini menjadi realitas di Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla,” ungkap Presiden Direktur Communication Cable Systems Indonesia Peter Djatmiko kepada IndoTelko, kemarin.
Diharapkannya, mega proyek yang dibiayai oleh dana Pemerintah ini bisa membawa manfaat bukan hanya bagi masyarakat didaerah tertinggal tetapi juga pengusaha-pengusaha nasional di industri telekomunikasi termasuk kontraktor dan produsen kabel optik.
“Sayang kalau devisa negara melayang lagi keluar karena kalau sebelumnya tentunya BUMN dan operator telekomunikasi lebih mementingkan keuntungan perusahaan daripada kepentingan industri nasional,” ulasnya.
Perbaiki Impor
Lebih lanjut Peter mengungkapkan, untuk mendukung industri kabel nasional pemerintah memperbaiki ketentuan impor kabel optik terutama yang memasok proyek Palapa Ring.
Dikatakannya, produsen kabel optik dalam negeri selama ini dikenakan bea masuk anti dumping sebesar 30% untuk komponen kawat baja, sementara impor kabel optik asal Tiongkok siap pakai tidak dikenakan bea masuk.
Padahal, kawat baja merupakan komponen dominan dari serat optik, sementara harga kawat baja lokal dari Krakatau Steel senilai US$1200 per metric ton. Bandingkan dengan harga kawat baja dari Tiongkok hanya US$700 per metric ton.
Walaupun komponen terbesar dalam kabel optik adalah kawat baja sementara penggunaan serat optik hanya 10%, dalam ketentuan impor pemerintah mengklasifikasikan produk ini sebagai serat optik yang tidak dikenakan bea masuk.
“Masalahnya, jika kami impor baja dari Tiongkok dikenakan bea masuk 30%. Sementara pemain asing mengimpor kabel optik siap pakai tanpa dikenakan bea masuk. Kalau tidak diperbaiki skema pengenaan bea masuk anti dumping, produsen dalam negeri tidak mampu bersaing dalam mega proyek tersebut,” katanya.
Disarankannya, untuk menciptakan perlakuan yang sama dalam persaingan bisnis, kabel optik harus dikategorikan sebagai barang logam. Jika tidak, khusus dalam mega proyek Palapa Ring Jilid II pemerintah dapat membebaskan impor kawat baja dari bea masuk anti dumping.
Saat ini, terdapat sembilan produsen kabel optik dalam negeri. Kapasitas produksi produsen dalam negeri sangat mampu menyuplai proyek pemerintah. Perusahaan misalnya, memiliki kapasitas produksi 1 juta fiber kilometer per tahun.
Sebelumnya, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah mengumumkan pemenang paket pengerjaan Palapa Ring untuk sisi Indonesia Barat dan Tengah. (Baca juga: Pemenang Tender Palapa Ring)
Pada paket Tengah yang meliputi 17 kabupaten/kota di Indonesia bagian barat, bentangan serat optik di darat serta laut terhitung sebanyak 1.676 km dan diestimasi menelan investasi senilai US$47,08 juta.
Paket Barat menjangkau wilayah Riau dan Kepulauan Riau (sampai dengan Pulau Natuna) dengan total panjang kabel serat optik sekitar 2.000 km. Ditaksir nilai penngerjaan proyek ini sekitar US$ 40,39 juta.(id)