Bandung dan Ambisi Smart City

Ilustrasi (dok)

BANDUNG (IndoTelko) – Pemerintah Kota Bandung di bawah kepemimpinan Walikota Ridwan Kamil memiliki ambisi besar untuk mewujudkan Smart City bagi masyarakatnya.

Tak tanggung-tanggung, Pria yang akrab disapa Kang Emil ini kabarnya  telah mempersiapkan anggaran Rp 100 miliar pada 2016 untuk mewujudkan ambisi besarnya itu.

"Visi kami dalam tiga tahun mendatang, Bandung akan menjadi smart city. Sejak tahun lalu kami memulainya dan anggaran sudah terpakai sebesar Rp 25 miliar. Smart city dapat mengkoversi urusan-urusan manual menjadi urusan yang terbantu dengan teknologi," ujarnya usai membuka ajang  Hackathon Merdeka 2.0 di Telkom Bandung Digital Valley, kemarin.

Menurutnya, otomatisasi layanan publik hal yang lumrah dan tak bisa ditolak. “Birokrasi di pemerintahan pun harus tak takut dengan konsep ini. Smart city itu ada di seluruh dunia,” katanya.

Ditambahkannya, dalam membangun smart city, tak hanya menyediakan infrastruktur internet tetapi juga  mempersiapkan tim khusus coding (pembuat kode) untuk menghasilkan 1.000 aplikasi, serta mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbiasa menggunakan teknologi.

“Saat ini sudah ada 320 aplikasi, kami  mengharapkan, sebanyak lebih dari 10 coding dapat menjadi bagian dari tim khusus melalui event Hackathon Merdeka 2.0,” katanya.

Diungkapkannya, Bandung dibandingkan Singapura masih kalah soal aplikasi. Di Singapura sudah ada  1.600 untuk urusan kependudukan, lalu lintas, mencari restoran, dan lainnya.

"Kami butuh aplikasi untuk pembuatan KTP, CCTV, monitor, manajemen proyek, menampung komplain dari warga dan masih banyak lagi," terangnya.

Sebelumnya, salah satu Pakar Smart City di Indonesia, Suhono Harso Supangkat menyarankan pemerintah  untuk segera mengeluarkan kebijakan dan regulasi terkait dengan pembangunan kota dan desa cerdas agar adopsinya kian cepat.

“Keselarasan kebijakan dan regulasi pemerintah pusat dan daerah menjadi perhatian utama untuk mendorong smart city. Kehadiran regulasi sangat mendesak karena sekarang banyak kota atau desa ingin mengadopsi platform smart city, ini butuh rambu-rambu yang jelas,” ungkapnya.

Vice President and Managing Director SAP Indonesia Megawaty Khie juga menyarankan agar pemerintah membuat satu platform yang dapat digunakan oleh semua kota di Indonesia.

"Tidak perlu semua kota, mungkin hanya yang masuk top 10. Jadi cukup buat satu platform tapi semua kota bisa mengadopsi teknologi berbasis internet of things (IoT)," sarannya.

Menurutnya,  apabila itu bisa terpenuhi maka setiap kota tidak perlu membangun smart city sendiri, karena kebutuhan mendasarnya sama. Misalnya, jalanan, air, sampah, atau lalu lintas.

"Nanti yang mengelola tidak perlu masing-masing kota. Penduduk dalam suatu kota ada berapa, lalu per user tinggal masuk saja ke platformnya. Ini bisa menghemat investasi dan biaya, masyarakat pun makin akrab dengan teknologi IoT ," pungkasnya.(id)