Belajar dari Terpentalnya Situs Revolusi Mental

Ilustrasi (dok)

Revolusi Mental. Ini adalah salah satu jargon yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) kala berkampanye menuju kursi RI-1 pada tahun lalu.

Untuk mensosialisasikan filosofi dari Revolusi Mental, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dibawah komando Puan Maharani melansir  situs  revolusimental.go.id dan pada Senin (24/8) lalu.

Belum lama beredar di dunia maya, situs ini kabarnya dibajak hacker sehingga tak bisa diakses.

Setelah itu beredar kabar bahwa  biaya untuk membangun situs tersebut mencapai Rp200 juta, sementara dana untuk program Revolusi Mental secara menyeluruh adalah Rp149 milyar sesuai landasan APBN.

Dunia maya tak hanya dihebohkan soal situs yang nilai pembangunan lumayan menggiurkan itu. Tetapi, filosofi dari  menjunjung tinggi nilai integritas, etos kerja, dan gotong royong sesuai Revolusi Mental yang diagungkan Jokowi kabarnya dilabrak oleh situs itu karena tampilannya sekilas mirip dengan salah satu situs di luar negeri yakni, barackobama.com.   

Alhasil, media sosial pun riuh dengan topik Revolusi Mental. Di Twitter, situs revolusi mental telah dikicaukan lebih dari 12.500 tweet dan sempat menjadi topik populer, Kamis (27/08).

Pelajaran
Terlepas dari kontroversi yang ditimbulkan, kasus yang melanda situs revolusi mental ini sebaiknya menjadi catatan bagi pemerintahan Jokowi secara keseluruhan.

Pertama, jika serius ingin menjadikan teknologi sebagai enabler pembangunan, harus mulai ditunjuk seorang Chief Information Officer (CIO) di pemerintahan untuk menjadi panglima penerapannya.

Kedua, peran Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus proaktif dalam membantu penerapan eGovernment. Instansi ini harus dilibatkan untuk setiap tender atau implementasi eGovernment baik di kementrian atau pemerintah daerah agar standarisasi dan efisiensi bisa dicapai.

Ketiga, pemerintah harus secepatnya menentukan proses bisnis yang layak masuk eGovernment agar tidak ada lagi kementrian yang menerapkan tanpa koordinasi.

Tiga hal diatas minimal harus dilaksanakan jika pemerintah benar-benar ingin melakukan Revolusi Mental melalui eGovernment.

@IndoTelko