Rupiah Merunduk, Pemain Menara Justru Dapat Berkah?

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) - Lembaga pemeringkat Fitch Ratings belum lama ini mengumumkan hasil risetnya terhadap 19 perusahaan besar di Indonesia terkait dampak depresiasi rupiah jika menjadi Rp 14.280.

Hasil riset menyatakan, sepuluh perusahaan akan terkena dampak negatif pelemahan rupiah karena leverage-nya naik. Lima perusahaan mengalami dampak netral sedangkan empat perusahaan lainnya akan mengalami dampak positif.

Dua perusahaan yang mendapat berkah melemahnya rupiah diantaranya penyedia menara yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan  PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) karena  mengalami penurunan leverage berkat dominasi pendapatan perusahaan dalam dolar AS.

Menurut Fitch, dua emiten menara tersebut masing-masing menerima 15% dan 35% pendapatan dalam dolar AS, serta memegang kas dalam dolar.

Leverage Protelindo sebesar 2,2 kali sebelum depresiasi rupiah pada 2014. Jika depresiasi rupiah mencapai 15%, dampaknya terhadap utang dalam dolar naik 0,2 kali, dampak ke EBITDAR turun 0,3 kali dan dampak kombinasi turun 0,1 kali.

Sementara itu, leverage Tower Bersama sebelum depresiasi rupiah pada 2014 sebesar 5,2 kali. Jika rupiah melemah 15%, dampaknya terhadap utang luar negeri naik 0,2 kali, dampak ke EBITDAR turun 0,4 kali, dan dampak kombinasi turun 0,2 kali.

Ditambahkan Fitch, Tower Bersama juga melakukan hedging (lindung nilai) dan batas lindung nilai valuta asing (valas) Tower Bersama akan melampaui batas jika rupiah melemah 15% menjadi Rp 14.280 per dolar AS pada 2015.

Eksposur utang akibat perubahan nilai tukar Tower Bersama dan Protelindo masuk di level tinggi. Akan tetapi, untuk level leverage yang tidak dilindung nilai terhadap perubahan eksposur utang akibat perubahan nilai tukar (proporsi dari utang dolar AS dan hedging),  Protelindo masuk level menengah sedangkan Tower Bersama masuk level tinggi.

Tower Bersama saat ini memiliki eksposur dalam dolar tertinggi dibandingkan dengan perusahaan menara lainnya, dengan jumlah utang US$ 1,29 miliar. Protelindo memiliki utang US$ 340 juta, sementara PT Solusi Tunas Pratama Tbk (SUPR) sebesar US$ 650 juta.

Perusahaan menara memiliki natural hedging sebab penerimaan mereka dalam bentuk dolar AS, begitu pula dengan kas.
Pada 2014, Protelindo memiliki penerimaan dalam dolar AS tertinggi di antara emiten menara, yakni US$ 110 juta dan kas US$ 120 juta.

Tower Bersama menerima 15% pendapatannya dalam dolar AS atau US$ 40 juta dan kas US$ 28 juta per Desember 2014. Sementara itu, Solusi Tunas Pratama tidak memiliki penerimaan dalam dolar AS dan melakukan lindung nilai sepenuhnya untuk utang dolar AS.

Protelindo menjadi perusahaan yang memiliki natural hedging walaupun perusahaan ini tidak menggunakan instrumen lindung nilai. Pasalnya, porsi penerimaan perusahaan dalam dolar AS tinggi.

Netral
Sementara itu, Fitch menilai pelemahan rupiah sebesar 15% tahun ini akan berdampak netral terhadap kinerja Solusi Tunas Pratama. Namun, leverage perusahaan melampaui ekspektasi di level 5 kali akibat perusahaan mengakuisisi 3.500 menara milik XL senilai US$ 467 juta pada 2015.

Solusi Tunas Pratama akan mempertahankan FFO-adjusted net leverage di level kurang dari 5 kali pada 2015-2016.
Sebelumnya, manajemen Solusi Tunas meyakini akuisisi aset menara XL Axiata akan berdampak positif pada kinerja perseroan tahun ini. Manajemen sebelumnya menyatakan akuisisi menara XL Axiata akan mendatangkan manfaat besar bagi perseroan.

Perseroan berani menargetkan pendapatan usaha tahun ini melonjak hingga 65% menjadi Rp 1,77 triliun dibandingkan dengan tahun lalu.

Di Industri menara saat ini yang ditunggu-tunggu adalah nasib share swap Telkom dan Tower Bersama terkait unlocking value Mitratel. Walau Conditional Share Exchange Agreement (CSEA) telah diperpanjang hingga September 2015 pasca berakhirnya Juni 2015, tetapi belum ada sinyal transaksi itu akan rampung.

Telkom telah menyatakan niat untuk melanjutkan transaksi. Meskipun demikian, perusahaan menyatakan akan merevisi beberapa isi dari perjanjian tukar guling tersebut. Sebagai tambahan, Telkom juga mengevaluasi transaksi dari aspek strategis dan konstitusional.(id)