Smartfren Batalkan Niat Bangun Pabrik Andromax

Ilustrasi (dok)

JAKARTA (IndoTelko) – PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) akhirnya menutup wacana untuk membangun pabrik smartphone dengan merek Andromax di Tanah Air.

“Kami tak jadi bangun pabrik. Andromax ini kan merek dan terdiri atas berbagai vendor. Keputusan kita adalah biarkan saja vendornya yang bangun pabrik di Indonesia untuk bikin Andromax,” ungkap Deputy CEO Smartfren Telecom Djoko Tata Ibrahim, kemarin.

Diungkapkannya, sejauh ini sudah ada beberapa mitra vendor yang diajak dalam kerjasama pengadaan Andromax akan mendirikan pabrik di Indonesia. “Misalnya, Haier akan dirikan, kabarnya sebentar lagi Hisense. Nanti kalau ada aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk 4G tentu akan banyak mitra vendor buka pabrik di Indonesia,” paparnya.

Sekadar catatan, pada tahun lalu Smartfren membuka wacana mencari mitra manufaktur yang bisa diajak membangun pabrik  guna membuat smartphone Andromax di Indonesia dalam upaya menghemat sekitar 5%-10% belanja perangkat untuk konsumen dari operator itu.

Smartfren sendiri dikenal mengandalkan bundling smartphone Andromax dalam mendapatkan pelanggan. Terbaru,  dihadirkan Andromax C2s  yang ditawarkan dengan harga Rp 849 ribu. Target penjualan dari seri terbaru ini sekitar 1 juta unit.

Dorongan Regulasi
Sekadar diketahui, Indonesia tak lama lagi akan memiliki aturan tentang kandungan lokal di perangkat dan jaringan 4G.
Regulator mengharapkan dengan ada kewajiban TKDN maka negara bisa menyelematkan devisa sekitar US$5 miliar per tahun. Manufaktur lokal yang sudah melepas smartphone 4G dengan merek Zap 5 adalah Polytron. Untuk tahap awal, pabrik Polytron  baru menyediakan stok ponsel sebanyak 5.000 unit. 

Sejak 2011 lalu, pabrik ponsel Polytron di Kudus memiliki dua lini produksi dengan kapasitas masing-masing 100 ribu unit ponsel per bulan. Dalam setahun, Polytron mampu memproduksi 2,4 juta ponsel. Mulai semester kedua 2015 nanti kapasitas produksi ponsel Polytron akan bertambah jadi 3,6 juta unit per tahun.

Polytron bakal memfokuskan diri pada produksi smartphone, khususnya yang berbasis 4G LTE. Sekitar 70% dari kapasitas produksi merupakan smartphone, dan sisanya 30% merupakan produksi feature phone.

Disorot AS
Namun, belum lagi regulasi tentang TKDN ini resmi keluar,  Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui US Trade Representative (USTR) menyorot rencana ini dengan mengingatkan jika diterapkan bisa meningkatkan biaya dan membatasi akses terhadap teknologi.

Kabarnya, lembaga American Chamber of Commerce (AmCham) telah menulis surat pada Menkominfo Rudiantara pada 12 Februari lalu mengenai TDKN.

Dalam suratnya lembaga ini mengkhawatirkan pendekatan yang diambil dalam draft regulasi yang tengah digodok  bisa membatasi akses pada teknologi baru, meningkatkan biaya ICT untuk perusahaan Indonesia, meningkatkan pasar gelap ponsel, dan juga membawa konsekuensi lain.

Menurut kepala AmCham Indonesia  Lin Neumann Indonesia kekurangan rantai suplai untuk memproduksi ponsel kualitas tinggi.
Masih dari surat itu kabarnya memperingatkan kalau aturan TDKN bisa bertentangan dengan hukum internasional di bawah naungan World Trade Organisation (WTO).(dn)