Menunggu Babak Baru Perang Tarif Seluler

Ilustrasi (Dok)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya mengeluarkan restu terhadap aksi korporasi XL yang ingin mengakuisisi Axis.

Restu KPPU ini seperti dentang bel terakhir yang ditunggu XL untuk menuntaskan aksi korporsi tersebut karena sejumlah restu dari instansi terkait sudah dikantongi.

XL telah berhasil mengamankan pendanaan untuk aksi korporasi ini dan bersiap menuntaskan pembayaran, setelah itu berlanjut ke masalah administasi dan integrasi semua aspek.

Dikalkulasi, hingga akhir tahun ini manajemen XL masih sibuk dengan integrasi semua aspek disamping harus menjalankan bisnisnya. Manajemen XL pun sudah memberikan sinyal jika kinerjanya di tahun ini dalam tahap konsolidasi sehingga para investor diminta bersabar untuk menikmati hasil aksi korporasi ini.

Babak Baru
Hal yang menarik dicermati secara industri adalah dengan mulusnya merger-akuisisi yang dilakukan XL dan Axis, menunggu babak baru persaingan antara operator besar di Indonesia yakni Telkomsel, Indosat, dan tentu XL.

Jika merujuk pada 2008 lalu kala XL dengan dukungan Axiata melakukan investasi besar-besaran di sisi jaringan dan langsung memangkas tarif, menimbulkan turbulensi di pasar. Akankah kisah lama ini kembali terulang di semester kedua 2014?

Sinyal pacuan mulai memanas diantara tiga besar sepertinya sudah dimulai dengan XL kembali bermain tarif melalui paket unlimited di layanan data. padahal, strategi ini sudah ditinggalkan XL sejak tiga tahun lalu karena mulai kewalahan jaringannya diokupansi berlebihan.
 
Tetapi, dengan mulai longgarnya kapasitas berkat tambahan spektrum dari Axis, anak usaha Axiata ini sepertinya kembali memainkan jurus pamungkas ini. Apalagi, KPPU dalam restunya mensyaratkan XL harus tetap sebagai maverick di industri guna menjaga persaingan sehat.

Jika XL meneruskan permainan tarif ini, berarti akan menghadirkan tekanan terhadap Telkomsel layaknya 2008 lalu mengingat sekarang posisinya berada di nomor urut kedua. 

Belum lagi jika Indosat menuntaskan modernisasi jaringan di Jabodetabek dan Jawa Barat di semester pertama 2014, dipastikan perang tarif kian menghangat di ranah seluler nasional.

Alhasil, manajemen Telkomsel harus memutar otak agar tak merasakan luka lama layaknya di 2008 dimana kinerjanya merosot. Mempertahankan strategi menjaga margin tinggi sementara  dari sisi kualitas layanan  tak sebanding dengan yang dikeluarkan pelanggan, tentu bukan pilihan.

Pekerjaan yang berat bagi organisasi sebesar Telkomsel mengingat operator ini butuh waktu empat tahun untuk sembuh dari luka perang tarif  2008. 

@IndoTelko