Ini Senjata Alcatel-Lucent di Tahun Kuda

Dok. anandtech

JAKARTA (Indotelko) – Pertumbuhan trafik data semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya hal ini tidak diiringi dengan upaya operator untuk menambah spektrum di wilayah dengan demand data yang tinggi.

Alcatel-Lucent melihat kondisi ini sebagai peluang dari inovasi yang dimiliki perseroan untuk bersaing di tahun kuda atau 2014 mendatang.

Menurut President Director Alcatel Lucent Indonesia Bobby Rasyidin, permasalahan yang dihadapi oleh industri seluler sekarang bukan lagi coverage melainkan kapasitas dan customer experience.

Kapasitas dibutuhkan karena user sekarang lebih banyak menggunakan data karena mereka tidak pernah menyadari sampai berapa bandwidth yang terpakai.

“Konsep ke depannya, jaringan wireless ini akan semakin private. Mereka tidak mau lagi bergantung pada BTS di luar karena harus rebutan dengan banyak orang. Makanya tren ke depannya cell akan dibuat kecil, dimana hanya melayani jumlah user terbatas secara simultan dengan kapasitas yang diinginkan. Beda dengan outdoor BTS yang kapasitas backhaulnya hanya kisaran 4 MB dan dibagi-bagi ke banyak orang,” ujar Bobby saat berdiskusi dengan media di Grand Indonesia, Jakarta, Senin (23/12).

Masih  menyangkut pengalaman pelanggan. Menurut Bobby, saat ini pelanggan mobile ingin dikenali secara individual oleh operatornya dan mereka tidak mau lagi disamaratakan.

Bahkan berdasarkan pemaparan Bobby, saking inginnya operator mengetahui profil pelanggannya, operator telekomunikasi mau berinvestasi besar untuk menerapkan customer relationship management (CRM).

“Tren teknologi ke depan adalah subscriber ingin diperlakukan secara private. Mereka juga ingin komitmen atas kapasitas, kualitas dan harga yang murah,” tandas Bobby.

Karena itu, lanjut Bobby, Alcatel Lucent memiliki teknologi yang cukup mumpuni untuk dijadikan solusi, yaitu teknologi Small Cell. Teknologi ini bukanlah perangkat repeater atau wifi melainkan berfungsi layaknya sebuah BTS kecil yang dapat dibawa kemana-mana oleh pelanggan.

Small Cell memiliki teknologi yang terhubung dengan core frekuensi yang dimiliki operator yang diusungnya, bukan merupakan perpanjangan sinyal dari BTS. Bahkan small cell tidak akan menginterferensi frekuensi lain karena teknologinya memang dibuat khusus untuk memberikan sinyal langsung kepada user yang dituju.

“Bedanya small cell dengan repeater adalah, repeater hanya perpanjangan BTS. Repeater memiliki coverage namun tidak punya capacity . Small cell itu seperti BTS kecil  yang diletakkan di dalam ruangan. Small cell bisa langsung terhubung ke core-nya. Dia memiliki kapasitas sendiri di setiap cell yang diletakkan, bisa menambahkan coverage bagi operator dan juga kapasitas sehingga mampu menambah trafik, dan user pastinya,” ujar Orlena Kusnadi, Chief Technology Officer Alcatel Lucent.

Menurut Lena, Small Cell bisa dianggap sebagai BTS sehingga operator dirasa tidak memerlukan izin regulasi apapun untuk menerapkannya. Teknologi ini hampir sama dengan teknologi Femto Cell atau Pico Cell yang sudah diterapkan oleh beberapa operator telekomunikasi.

Layaknya Femto dan Pico, Small Cell tidak membutuhkan konfigurasi apapun untuk mengaktifkannya. Semua sudah terdeteksi otomatis. Bahkan jumlah user dan penggunannya pun bisa dibatasi sesuai keinginan user.

“Operator tidak mungkin lagi menambah coverage di area dengan demand data yang tinggi, seperti pusat bisnis dan perkotaan dengan user segmen menengah ke atas. Operator besar memiliki cakupan luas namun tidak banyak capacity. Sebaliknya justru terjadi di operator kecil. Small Cell ini bisa menambah coverage dan capacity dengan investasi yang kecil. Operator tidak perlu lagi membuat tower, BTS, menambah kapasitas radio dan lainnya. Hanya cukup membuat mini BTS berupa small cell dan letakkan di rumah-rumah user. Dengan demikian pelanggan dapat capacity, coverage bagus, revenue operator pun naik dari layanan data ini,” terang Lena.

Masuk Indonesia

Sampai sekarang Small Cell sudah dipercaya memberikan nilai tambah bagi pelanggan seluler di 54 negara, termasuk Australia, Singapura, Malaysia. Sedangkan Indonesia, jika tidak ada aral melintang, baru akan merasakan Small Cell tahun ini.

“Kami sudah mendekati beberapa operator dan ada yang sudah berkomitmen. Kemungkinan kuartal ke-2 atau ke-3 tahun ini. Yang masih mengganjal dari mereka adalah business process dari teknologi ini. Mindset operator masih seputar BTS besar di luaran dan mereka masih mencari solusi untuk memaintain small cell yang merupakan bentuk mini dari BTS. Ujung-ujungnya balik ke regulasi,” ujar Bobby.

Dipaparkan Bobby, saat ini operator masih mencari cara untuk bisa mendistribusikan perangkat tersebut ke rumah-rumah dengan tetap memegang kendali maintenance. Jika pun harus dijual tanpa campur tangan operator, hal itu dirasa tidak mungkin.

Pasalnya, lanjut Bobby, dalam peraturannya dijelaskan bahwa BTS harus dimiliki oleh pemiliki frekuensi. Selain itu harga untuk satu perangkat small cell yang mampu melayani 8 orang secara simultan dalam satu ruangan dibandrol sekitar US$ 800 hingga US$1.000.

“Operator bisa menerapkan sistem bundling untuk perangkat ini. Atau bisa juga memberikan gratis sebagai privilege kepada pelanggan VIP yang mengeluh soal kapasitas di tempat tinggalnya. Operator di Australia telah mendistribusikan perangkat ini melalui cara-cara tersebut,” tambah Lena.

Diterangkan Lena, setidaknya ada 3 jenis Small Cell untuk 3 kepentingan berbeda. Yang pertama adalah kategori Home yang bisa melayani 4-5 pelanggan. Ada juga kategori small cell Enterprise untuk melayani 8-16 user, atau kategori makro untuk 32 user simultan.

Non Telco

Lebih lanjut Bobby mengungkapkan,  Alcatel Lucent telah berkomitmen untuk menjadi spesialis di broadband access dan telah menambah lagi kliennya menjadi 5 operator. Awalnya Alcatel Lucent melayani eksklusif 3 operator, kini jumlahnya bertambah 2 lagi.

“Periode 2012-2013, growth kami tumbuh sekitar 170%  karena kami kedatangan 2 operator baru. Tahun depan kami punya target growth sebesar 50%. Selain memasarkan small cell kami juga akan fokus menggarap pasar non telekomunikasi,” ujar Bobby.

Menurut Bobby, perusahaan yang bergerak di industri selain telekomunikasi juga memiliki pengeluaran yang cukup banyak untuk pembangunan infrastruktur perusahaan. Bahkan angka pengeluaran tersebut semakin meningkat pesat seiring dengan semakin sadarnya mereka akan pembangunan infrastruktur sendiri.

Pasar potensial yang dimaksud Bobby adalah seperti perusahaan Oil & Gas, transportasi, bahkan sektor publik.

“Spending mereka untuk membangun infrastruktur sendiri sekitar 2-4%  dari total spending perusahaan. Alcatel Lucent sendiri fokus untuk menggarap perusahaan transportasi dan sektor publik untuk mendeploy infrastruktur mereka. Dari situ target growth kami hingga Q2-2014 sekitar 20%,” ujar Bobby.

Alcatel Lucent sangat optimis mampu membuat perusahaan-perusahaan di bidang non telco memiliki sistem yang lebih smart. Bahkan saat ini Alcatel-Lucent sedang menggodok konsep smart city yang berlokasi di wilayah Jawa Barat. Sayangnya, Bobby enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai rencana ini. (ss)