Wow, BI Kaji Transaksi dengan Bitcoin

Ilustrasi (Dok Bitcoin.co.id)

JAKARTA (IndoTelko) – Bank Indonesia (BI)  dikabarkan tengah mengkaji transaksi menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran elektronik.

Bitcoin adalah sistem mata uang alternatif berbasis digital yang diperkenalkan tahun 2008 oleh programmer atau grup programmer dengan nama samaran Satoshi Nakamoto.

Pemanfaatan Bitcoin di Indonesia cukup terbatas. Artabit adalah sebuah startup yang menawarkan Bitcoin sebagai media pembayaran untuk e-commerce, sementara situs Bitcoin Indonesia memberikan kemudahan bagi konsumen dalam negeri untuk membeli dan menjual Bitcoin.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah mengungkapkan kajian atas transaksi pembayaran dengan menggunakan bitcoin ini dilakukan guna melihat efektivitas penggunaan bitcoin di Indonesia terhadap peredaran rupiah.

"Bitcoin ini nilainya dapat berubah ubah, bisa naik dan turun. Dinamikanya sedang diteliti oleh BI. Motif penggunaan bitcoin dengan melihat  landasan hukum penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran dan berbagai risiko dalam penggunaan bitcoin tersebut," kata Difi.

Sekadar diketahui, selama ini segala bentuk alat maupun sistem pembayaran baik berupa fisik maupun uang elektronik (e-money) harus digunakan dengan izin dari BI. Untuk Bitcoin belum terdapat permintaan sebagai alat pembayaran.

"Prinsipnya, uang itu harus ada back up jaminannya dan juga harus ada dasar hukumnya untuk melindungi nasabah. Bitcoin ini sifatnya universal, tidak seperti uang yang secara hukum diatur peredarannya di wilayah tertentu, jadi kalau ada apa apa harus jelas penanggung jawabnya dan tentunya pengawasnya juga harus ada," ujarnya.

Berdasarkan penelitian sementara BI, telah ditemukan setidaknya dua merchant di luar Jawa yang menyediakan fasilitas pembayaran dengan menggunakan bitcoin.

"Sejauh ini Bank Indonesia baru menemukan dua merchant (di luar Jawa) yang sudah menawarkan penggunaan bitcoin. Namun BI belum tahu berapa nilai transaksi bitcoin di Indonesia," ungkapnya.

Untuk diketahui, beberapa kelebihan bitcoin jika dibandingkan dengan alat pembayaran digital lainnya adalah transaksi tidak lagi membutuhkan identitas diri.
Penjual dan pembeli hanya disyaratkan memiliki identitas dompet digital sehingga hal itu jauh lebih privat ketimbang menggunakan kartu kredit.

Namun, masalah volatilitas yang  masih tinggi merupakan momok menyimpan alat bayar ini.  Kurs dari Bitcoin ini sangat bergejolak. Dalam hitungan menit, kurs dari Bitcoin ini kerap naik dan turun.

CNBC pernah mencatat, 1 BTC pernah mencapai nilai tertingginya di US$ 1.200 pekan lalu sebelum bergerak di US$ 915 secara rata-rata pekan ini. Saat ini ada sekitar Rp 70 triliun senilai Bitcoin yang beredar di seluruh dunia.

Ditolak
Belum lama ini Bank sentral China (PBOC) melarang institusi keuangan melakukan transaksi Bitcoin setelah mata uang virtual tersebut mengalami kenaikan harga 89 kali lipat. Bitcoin yang tidak memiliki nilai intrinsik berpotensi menimbulkan gelembung (bubble) yang dapat mengancam pasar finansial China maupun dunia.

Larangan ini merefleksikan kekhawatiran terhadap kontrol aliran modal dan stabilitas finansial di negara tersebut. Perdagangan Bitcoin di China yang mendorong kenaikan harga mata uang digital itu menjadi 89 kali lipat membuat China menjadi negara terbesar yang mentransaksikan Bitcoin, menurut data operator bursa BTC China.

PBOC mengatakan, institusi finansial dan perusahaan pembayaran tidak bisa menetapkan harga dalam Bitcoin, membeli atau menjual mata uang virtual tersebut atau membeli dan menjual atau mengasuransikan produk turunan Bitcoin.

Mantan Gubernur Federal Reserve  Alan Greenspan memprediksi  kenaikan harga Bitcoin yang sempat mencapai 89 kali lipat dalam setahun terakhir, tidak akan bertahan lama dan berpotensi menimbulkan gelembung.  

"Ini adalah gelembung. Bitcoin harus memiliki nilai intrinsik dan Anda harus memperluas imajinasi Anda untuk mengetahui nilai intrinsiknya, karena saya tidak bisa mengetahuinya," kata Greenspan.

Departemen Kehakiman AS pada 18 November lalu mengatakan Bitcoin bisa digunakan sebagai alat tukar yang sah. Hal ini mendorong meluasnya perdagangan Bitcoin sebagai mata uang virtual.

Gubernur Fed Ben S Bernanke mengatakan bank sentral belum memiliki rencana untuk mengatur mata uang virtual ini. "Meskipun Federal Reserve memonitor perkembangan mata uang virtual dan inovasi sistem pembayaran lainnya, bank sentral tidak perlu secara langsung mengatur inovasi ini atau entitas yang menyediakan mata uang virtual ini di pasar," kata Bernanke.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita lihat saja nanti.(ak)