Kemenkominfo Minta Operator Perketat Managed Service

Ilustrasi (Dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) meminta operator untuk memperketat Service Level Agreement (SLA) dalam implementasi kelola jaringan.

“Salah satu yang kami sarankan ke operator dalam mengelola jaringan jika memilih managed service harus lebih ketat. Ini guna menghindari terjadi penyadapan,” ungkap Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto dalam rilisnya, kemarin.   

Diungkapkannya, hal lain yang harus dilakukan operator guna menghindari jaringannya digunakan untuk penyadapan adalah memastikan kembali keamanan jaringan yang digunakan sebagai jalur komunikasi RI-1 dan RI-2 sesuai Standar Operating Procedure (SOP) Pengamanan VVIP, memeriksa ulang seluruh sistem keamanan jaringan.
 
Memastikan hanya Aparat Penegak Hukum (APH) yang berwenang melakukan penyadapan: Gate Way KPK, Kepolisian, Kejaksaan, BIN dan BNN. Memeriksa apakah ada penyusup-penyusup gelap penyadapan oleh oknum swasta ilegal.

Melakukan pengujian terhadap sistem perangkat lunak yang digunakan apakah ada back door atau bot net yang dititipkan oleh vendor. Terakhir, melakukan pengetatan aturan terkait perlindungan data pelanggan, registrasi, informasi pribadi sebagai modern licensing.

Tak Terlibat
Sementara itu, Menkominfo Tifatul Sembiring  menegaskan tidak ada operator yang terlibat secara aktif terhadap penyadapan pejabat tinggi negara.  

“Semua operator menyatakan bahwa sudah melakukan pengujian (audit internal dan eksternal ) terhadap sistem perangkat lunak yang digunakan dan menyatakan tidak ada backdoor atau botnet yang dititipkan oleh vendor,” tegasnya, kemarin.
 
Diungkapkannya, ada delapan operator telekomunikasi yang dipanggil oleh Menkominfo, yaitu Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Telkom, Smart Telecom, Smartfren, Axis, dan Tri.  

Menurutnya,  keamanan jaringan untuk Presiden dan Wakil Presiden Indonesia juga sudah sesuai standar dan aturan yang berlaku. “Klarifikasi telah mereka berikan, tapi nanti kita akan lakukan inspeksi,” tegas Tifatul.

Diingatkan Tifatul, penyadapan bisa saja dilakukan dengan mengambil jalan tengah antara ponsel dengan BTS, BTS dengan BTS, atau BTS dengan jaringan utama (backbone) yaitu satelit atau kabel laut. Cara macam ini bisa jadi tidak diketahui operator telekomunikasi.

Aksi penyadapan tanpa izin bertentangan dengan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang melarang setiap orang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi. Penyadapan juga dilarang dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi, adalah kurungan penjara maksimal 15 tahun. Sementara itu, di Pasal 47 UU ITE, hukuman maksimal atas kegiatan penyadapan adalah penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 800 juta.(ak)