Kemenkominfo-Smartfren Capai Kesepakatan soal Pembayaran BHP

Ilustrasi (Dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan  PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) akhirnya mencapai kesepakatan perihal pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi senilai Rp 543 miliar yang belum dibayar sejak beberapa tahun lalu.

“Memang benar sudah ada kesepakatan.Smartfren telah membayar BHP frekuensi sesuai dengan amar putusan pengadilan yang telah dikuatkan sampai tingkat Mahkamah Agung (MA),”ungkap Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan kepada IndoTelko, Senin (9/12).

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S. Dewa Broto menambahkan  Smartfren  telah melakukan pembayaran BHP frekuensi 2G sebesar Rp298,834 miliar pada tanggal 3 Desember.

“Pembayaran ini untuk membayar BHP frekuensi 2G tahun kedua dan ketiga, sebagai tindaklanjut dari putusan kasasi MA, yang jatuh temponya tanggal 6 Desember, karena dibayar sebelum jatuh tempo, maka kepada Smartfren tidak kena denda.Sedangkan untuk pembayaran yang jatuh tempo 15 Desember bukan sisa, tapi pembayaran BHP frekuensi 2G tahun keempat yang jatuh temponya tanggal 15 Desember,” ungkapnya.

Bukan Tunggakan   
Secara terpisah, Presiden Direktur Smartfren Merza fachys menegaskan pembayaran yang dilakukan bukan untuk tunggakan  tetapi membayar angka yang disepakati.

“Ini yang dibayar jumlah yang sudah disepakati, bukan tunggakan. Bagi kami ini kekurangan pembayaran. Kami hanya mengikuti peraturan yang ada, dan ingin diperlakukan dengan adil seperti operator berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) lainnya," jelasnya.

Dijelaskannya, total tagihan sesuai Keputusan Kemenkominfo yang menjadi kewajiban salah satu pilar bisnis Sinar Mas ini sebesar lebih  Rp 543 miliar. Sejumlah Rp 321 miliar  jatuh tempo pada tanggal 6 Desember 2013 dan sisanya akan dibayarkan sebelum jatuh tempo pada 15 Desember 2013 nanti.

“Langkah perseroan ini juga merupakan bentuk komitmen kami sebagai operator telekomunikasi dan data nasional yang berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai regulasi yang berlaku. Ke depan, optimalisasi layanan tetap menjadi fokus kami, salah satunya melalui pembangunan dan pengembangan jaringan seiring dengan penambahan jumlah pelanggan, dan perkembangan ekonomi,” tambah Merza.

Pihaknya juga optimistis tetap mampu memberikan layanan terbaik ditengah persaingan yang ketat dengan penyedia jasa telekomunikasi dan data lainnya. “Sebagai perusahaan nasional, kami percaya tetap mampu bersaing secara sehat dalam melayani kebutuhan pengguna dengan perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dan jasa lain di Indonesia yang kini banyak dikuasai asing,” tutup Merza.

Seperti diketahui, masalah BHP frekuensi Smart Telecom bermula kala pemerintah meminta operator tersebut untuk membayar sama dengan operator 3G. Namun, Smart Telecom menolak dan diminta disamakan dengan operator berbasis CDMA lainnya.

Perseteruan yang dimulai sejak 2006 itu sampai ke pengadilan tata usaha Negara (PTUN) pada 2011, dan akhirnya diputuskan bahwa Smart akan menggunakan perhitungan BHP untuk CDMA, bukan 3G seperti yang sejak semula dituntut Kemenkominfo.

Smart dalam mengoperasikan layanan seluler CDMA-nya menggunakan pita frekuensi 1900 MHz yang berdekatan dengan layanan 3G milik lima operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, XL, Axis, dan Hutchison.

Sejak bergulirnya layanan 3G, Smart praktis tinggal sendirian di 1900 MHz karena penghuni lainnya waktu itu, Telkom Flexi dan Indosat StarOne, telah berpindah ke 800 MHz. Smart sendiri menempati empat kanal di frekuensi itu.

Jika menggunakan perhitungan pemerintah alias disamakan dengan operator 3G, Smart Telecom memiliki kewajiban pembayaran BHP yang masih belum dibayar  hingga 2011 mencapai Rp 1,1 triliun (termasuk beban bunga dan pajak).(id)