Soal XL-Axis, Menkominfo Masih Galau?

Tifatul Sembiring (Dok)

JAKARTA (IndoTelko) – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring hingga tutup pekan lalu belum kunjung mengambil rekomendasi teknis terkait konsolidasi yang dilakukan oleh XL dan Axis.

Padahal, Tim Adhoc yang dibentuk sang Menteri telah memberikan paparan pada akhir Oktober lalu.

Kabar beredar tiga opsi disodorkan ke Menkominfo yakni  pengembalian  pita selebar 5 MHz di frekuensi 2.100 MHz, pengembalian 5 MHz di frekuensi 1.800 MHz, dan  pengembalian pita lebar 5 MHz masing-masing di frekuensi 2.100 MHz dan 1.800 MHz.

Bahkan, terdapat juga opsi alternatif seandainya tiga opsi yang disodorkan rentan penolakan di industri atau oleh XL yakni menarik frekuensi selebar 5 MHz di 2,1 GHz dan 2,5 Mhz di 1.800 MHz.

Dari semua opsi yang ada, hanya satu opsi yang kemungkinan dihindari oleh XL yakni ditarik masing-masing 5 MHz di 2,1 GHz dan 1.800 MHz. Pasalnya, jika itu terjadi maka XL-Axis nantinya  hanya memiliki 17,5 MHz di 1.800 MHz.

Padahal, XL membutuhkan frekuensi ini guna menggelar Long Term Evolution (LTE). Sebuah alokasi yang tak ideal jika memliki alokasi di bawah 20 MHz mengingat LTE membutuhkan dedicated frekuensi lumayan besar.
 
"Saya sudah baca rekomendasi yang disodorkan Tim Adhoc. Saya baca, tetapi hasilnya masih dalam proses. Ada hal yang perlu dibicarakan. Ini baru balik dari luar negeri saya," kata Tifatul, Kamis (21/11).

Tifatul mengakui ada isyarat dari XL yang membuat konsolidasi bisa menjadi batal jika frekuensi yang ditarik pemerintah terlalu besar. “Ada klausul dari XL, apabila nilainya terlalu besar akan batal, karena mereka menutupi kerugian Axis sebesar Rp 17 triliun," ungkap Tifatul.

Tifatul menjelaskan, dalam masalah frekuensi itu nantinya akan ditarik dulu semua oleh pemerintah setelah itu dialokasikan kembali.

“Setelah hasil  merger akuisisi konsolidasi (MAK) keluar, pemerintah akan memberikan frekuensi tersebut kepada  XL. Pada dasarnya frekuensi tidak bisa diperjual-belikan, karena itulah seluruh frekuensi Axis harus dikembalikan dulu. Nanti kita putuskan berapa banyak frekuensi Axis yang diberikan ke XL,” jelasnya.

Renegosiasi
Sebelumnya, kala Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi memberikan kesempatan kepada IndoTelko untuk menggali lebih dalam terkait aksi korporasi yang dilakukan perseroan pada Oktober lalu, dinyatakannya, jika frekuensi ditarik tak sesuai harapan ada dua hal yang kemungkinan dilakukan.

Langkah pertama adalah melakukan renegosiasi dengan Saudi Telecom Company (STC) terhadap valuasi dari Axis.Langkah kedua, meminta semacam recovery cost kepada pemerintah terkait dengan berhasilnya terjadi re-utilisasi frekuensi.

Usulan recovery cost yang akan diminta adalah pemenang hasil lelang frekuensi tarikan dari Axis untuk ikut menanggung kerugian anak usaha STC itu bersama XL.

Dalam catatan, untuk rencana merger dengan Axis, XL harus mengeluarkan dana sebesar US$ 865 juta atau sekitar Rp 9,7 triliun. Jumlah itu di luar tanggungan seluruh kewajiban AXIS dalam dua tahun mendatang yang.jumlahnya mencapai triliunan rupiah.

Menurut riset JP Morgan dan Bahana Securities, dalam dua tahun ke depan Axis masih akan menanggung beban kerugian rata-rata Rp 3,7 triliun per tahun. Total kerugian akumulasi dalam dua tahun ke depan mencapai Rp 7,4 triliun.

Alhasil, total biaya yang harus ditanggung XL untuk mengakuisi Axis sekitar Rp 17,1 triliun.Jumlah pembayaran tersebut sekitar 40% dari nilai kapitalisasi pasar XL yang mencapai Rp 43,95 triliun,

Namun, terbaru Hasnul kala Kamis (21/11) lalu, menegaskan perseroan mengakuisisi Axis, termasuk dengan jumlah pelanggan, jaringan, karyawan, dan seluruhnya. “Kami berupaya juga untuk melunasi seluruh utang Axis," tegasnya.

Lantas keputusan apa yang akan diambil Menkominfo? Mungkin baiknya sebelum keputusan diambil, pemerintah membaca kajian terbaru dari lembaga pemeringkat Fitch Ratings.

Dalam kajiannya, Fitch menyatakan Indonesia hanya membutuhkan empat operator. Untuk mencapai angka itu konsolidasi satu-satunya jalan keluar agar para pemain bisa menikmati pertumbuhan besar di masa depan.

Konsolidasi diyakini meningkatkan profitabilitas usaha dan arus kas, tetapi jika aksi konsolidasi mengandalkan utang, akan membebani neraca keuangan operator.

Semoga Pak menteri bisa mengambil keputusan terbaik bagi industri seluler nasional lama lagi.(id)