Kesenjangan Digital Perlu Redefinisi

Ilustrasi (Dok)

JAKARTA (IndoTelko) –  Economist Intelligence Unit (EIU) mengusulkan adanya redefinisi terkait kesenjangan digital seiring isu jaringan broadband yang mulai teratasi di berbagai negara.

EIU mengusulkan ini seiring munculnya serangkaian tantangan baru yang lebih manusiawi seperti tingkat kemampuan ekonomi dan rendahnya keterampilan digital telah menjadi penyebab utama dari tidak tersedianya akses pada dunia digital bagi jutaan orang.

Hasil kajian EIU yang bekerjasama dengan Huawei ini diluncurkan pada Global Mobile Broadband Forum 2013 dengan judul Redefining the Digital Divide.
Laporan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan EIU pada lebih dari 200 pakar industri serta para tokoh politik berpengaruh dari seluruh dunia.

Laporan ini meliputi enam studi kasus yang menunjukkan bagaimana Negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Australia, India, dan Rusia menyiasati kesenjangan digital. Setiap pasar menghadapi tantangan geografis dan demografis yang berbeda-beda.

Strategi yang diadopsi tiap pasar juga berbeda, dari pendekatan laissez faire di United States, pendanaan gabungan antara sektor swasta dan publik di Eropa, hingga memperanyak inisiatif pemerintahan terpusat di India dan Australia.

Meskipun para eksekutif, pejabat pemerintah dan para pembuat kebijakan tidak sepakat dengan sejumlah isu, seperti model pendanaan terbaik dan peranan regulasi dalam mempopulerkan digital divide yang baru, mereka sepakat bahwa menjadikan broadband terjangkau bagi masyarakat luas dan memfasilitasi mereka dengan kemampuan untuk memanfaatkan broadband adalah tantangan utama dan peluang signifikan bagi pengembangan sosial dan ekonomi.

“Terdapat kemajuan yang signifikan selama satu dekade terakhir dalam membuat pelayanan TIK mudah diakses dan meningkatkan kecepatan broadband. Banyak negara yang hampir mencapai akses broadband universal melalui kombinasi antara fixed dan mobile connections,” ungkap penulis laporan Kim Andreasson.  

Namun pada saat yang bersamaan, lanjutnya, terdapat kurangnya kesadaran tentang adopsi dan penetapan tarif. Pembuat kebijakan dan para eksekutif kini menyadari ketertinggalan tersebut, termasuk di daerah pedesaan yang semakin ketinggalan dari masyarakat digital saat ini.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa kesenjangan digital semakin menyempit, namun sayangnya, di saat bersamaan jurang kesenjangan ini juga semakin dalam,” jelasnya.

Diungkapkannya, dua per tiga dari pembuat kebijakan yang berpartisipasi di dalam penelitian  menyatakan kemampuan digital merupakan hal yang krusial bagi masyarakat digital masa kini dan akan menjadi lebih kritikal pada tahun-tahun mendatang.

Sebagai tambahan, terdapat kesepakatan bersama bahwa layanan broadband yang terjangkau telah menggantikan akses infrastruktur sebagai kontributor terbesar pada kesenjangan digital saat ini. Penelitian kami juga menunjukkan bahwa isu-isu dalam kategori yang lebih ringan  termasuk kurangnya kemampuan digital, buta huruf serta kemampuan untuk menggunakan layanan broadband secara tepat, kesenjangan digital termasuk di dalamnya.

Lebih lanjut diungkapkan, dalam laporan tersebut terlihat pemasukan dan kemampuan ekonomi adalah kontributor utama dalam digital divide saat ini diikuti dengan kurangnya ketrampilan digital dan kemampuan untuk menggunakan teknologi digital.

Kerjasama
Temuan lain dari laporan ini adalah    kerja sama antara sektor swasta dan anak perusahaan sektor publik atau kemitraan swasta-publik secara formal  dinyatakan sebagai pendekatan terbaik sebagai solusi utama untuk digital divide. Hanya 17% responden yang menyatakan bahwa sektor swasta mandiri adalah pilihan yang tepat untuk mengatasi tantangan pada kesenjangan digital.
 
Chief Executive Openreach, akses bisnis BT  Liv Garfield mengungkapkan,  di Inggris, masalah yang pernah terjadi adalah akses ke koneksi broadband yang cukup cepat. Saat ini, lebih dari 73% properti di Inggris telah memiliki akses super cepat untuk broadband dan bertambah dua kali lipat menjadi 22% untuk bisnis dan rumah tangga di Inggris.

“Hal ini menunjukkan potensi yang dapat dicapai ketika sektor swasta dan pemerintah bekerja sama. Kita harus melanjutkan kerja sama ini untuk mengeliminasi hambatan-hambatan yang ditemukan selama penelitian, sehingga penduduk di Inggris dan seluruh dunia bisa mendapatkan akses online,” katanya.

CEO Huawei Eric Xu  menambahkan problem kesenjangan digital sebetulnya lebih dari sekadar akses yang dimiliki semua orang ke sebuah jaringan.

“Apabila kita mendefinisikan kembali tantangan kesenjangan digital, maka kita dapat memulai sesuatu untuk menanganinya. Kami percaya, bahwa penyediaan broadband bagi setiap orang, memperkaya konten dan aplikasi melalui pengembangan teknologi broadband yang berkesinambungan akan menjadi kunci untuk menjembatani kesenjangan digital yang baru,” katanya.(ak)