Mengerem Nafsu Impor

Ilustrasi (DOK)

Kementrian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) kembali menjadi perbincangan di kalangan industri telekomunikasi belum lama ini.

Jika awal tahun ini BKF sempat menggulirkan cukai bagi pulsa telepon seluler (Ponsel) karena dianggap bisa merusak kesehatan. Kali ini BKF memiliki ide untuk menerapkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap smartphone dengan tujuan menekan derasnya impor dari produk itu masuk ke Indonesia.

Menurut BKF,  hampir seluruh ponsel yang beredar di Indonesia adalah produk impor, sehingga ikut memberikan kontribusi impor di neraca perdagangan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), telepon seluler menempati urutan kelima penyumbang defisit perdagangan terbesar. Sejak Januari hingga Juli 2013, impor telepon seluler dan perangkat sejenisnya mencapai US$1,2 miliar, sedangkan selama 2012, impor telepon seluler mencapai US$2,6 miliar

Kedua,  ponsel merupakan komoditas yang selama ini terbebas dari bea masuk. Alhasil produk ponsel impor dapat mudah masuk ke Indonesia.Ketiga, harga smartphone tak bisa dikategorikan lagi murah bila dibandingkan harga ponsel secara umum.

Rencananya penerapan PPnBM mengacu pada  aspek teknoklogi dan harga yang dibanderol smartphone.

Ditolak
Untungnya, wacana ini ditolak oleh Kementrian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementrian Perdagangan (Kemendag).

Dalam pandangan Kemenperin, smartphone sudah menjadi barang kebutuhan di masyarakat dan dampak dari PPnBM nantinya bisa juga terkena ke produk lokal.

Kemenperin wajar was-was, pasalnya kementrian ini tengah merayu salah satu manufaktur asing, Foxconn, untuk berinvestasi di Indonesia. Jika PPnBM diterapkan,  walau smartphone besutan Foxconn dibuat di Indonesia, harganya tak akan jauh berbeda dengan buatan impor.

Sementara di pandangan Kemendag, penerapan PPnBM hanya akan membuat produk ilegal kian marak di pasar. Alasan ini realistis, jika harga dipatok tinggi,  selalu ada suplai produk sejenis dengan harga murah walau masuk bukan melalui jalur resmi.

Solusi yang ditawarkan Kemendag adalah mulai mengedukasi masyarakat perihal registrasi  International Mobile Equipment Identity (IMEI) untuk menekan peredaran gadget ilegal di pasar yang merugikan negara.

Usulan ini masuk akal jika melihat Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah menyiapkan aturan yang mewajibkan  adanya lampiran salinan surat keterangan resmi dari lembaga yang berwenang berupa daftar  IMEI untuk GSM dan daftar Electronic Serial Number (ESN) atau Mobile Equipment Identifier (MEID) untuk CDMA atau sejenisnya jika ingin mendapatkan sertifikasi  gadget.

Lantas bagaimana dengan nasib mengerem nafsu impor? Soal ini harus dikembalikan ke pemerintah untuk bisa menciptakan ekosistem yang sehat agar manufaktur ponsel mau berinvestasi di Indonesia.
 
Pasalnya, mengharapkan masyarakat mengerem nafsu konsumerisme ditengah terus munculnya kelas menengah baru rasanya sesuatu yang sulit.

@IndoTelko