Aturan Konten Belum Kuatkan Posisi CP

Ilustrasi (DOK)

JAKARTA (IndoTelko) – Terbitnya aturan terbaru untuk bisnis konten yang disahkan Menkominfo Tifatul Sembiring pada Agustus lalu ternyata belum memuaskan para Content Provider (CP/Penyedia Konten).

Aturan baru bisnis konten adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 21 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Jasa Penyediaan Konten pada Jaringan Bergerak Seluler dan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas.

Peraturan ini resmi menggantikan Peraturan Menteri Komunikasi No 1 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast).

“Aturan terbaru itu lebih mengakomodasi operator. Di aturan baru itu tidak disebutkan masalah self regulatory oleh penyedia konten melalui asosiasi,” ungkap Sekretaris Jenderal Indonesian Mobile & Online Content Provider Association (IMOCA) Ferrij Lumoring, belum lama ini.

Dikatakannya, dalam aturan tersebut masalah pengawasan tidak diserahkan ke asosiasi tetapi ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebagai lembaga yang menerima aduan masyarakat jika terjadi penyimpangan layanan content provider.

"Asosiasi kan lebih tahu perkembangan dari bisnis konten. Baik teknologi atau model bisnisnya. Kalau diserahkan ke BRTI itu akan pasif. Sifatnya menerima aduan dari masyarakat,” jelasnya.  

Diungkapkannya, masalah pungutan biaya hak penyelenggaraan (BHP) seperti halnya penyelenggara jaringan, atau 0,5% dari pendapatan perusahaan per tahun juga akan berdampak ke  semua pengembang konten, baik untuk mobile, televisi, hingga konten di website.  

Sebelumnya BRTI  menyatakan sebanyak 194 perusahaan konten yang terdaftar dan wajib registrasi ulang untuk mendapatkan ijin prinsip dan Uji Laik Operasi (ULO) dari regulator. Sedangkan di versi  IMOCA, kurang dari 10 perusahaan saat ini yang murni menjalankan bisnis konten. Sementara sisanya mulai menambah usaha di bidang lain seperti periklanan untuk menutupi kerugian di bisnis konten.(id)