Episentrum itu Bergeser ke Asia

Ilustrasi (DOK)

Belum lama ini dua vendor ponsel yang tengah bertarung di segmen smartphone, Apple dan Samsung, mengumumkan kinerjanya selama kuartal kedua 2013.
 
Apple membukukan keuntungan sebesar US$ 6,9 miliar selama kuartal ketiga tahun fiscal 2013 atau turun 22% dibandingkan periode sama sebesar US$ 8,8 miliar.
Keuntungan Apple menurun karena penjualan hanya naik tipis yakni sebesar  US$ 35,3 miliar dari US$ 35 miliar tahun lalu.

Samsung membukukan keuntungan US$ 6,96 miliar  atau Rp 69,6 triliun di kuartal kedua 2013 naik  49,7% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$ 4,6 miliar atau Rp 48 triliun

Pendapatan Samsung selama periode kuartal kedua 2013 mencapai US$ 51,5 miliar atau Rp 531 triliun naik 20,7% dibandingkan periode sama tahun lalu.  
Penopang pendapatan Samsung dari divisi ponsel dimana sebesar US$ 31,05 miliar  atau Rp 320 triliun. Sedangkan keuntungan dari unit ini mencapai  US$ 5,6 miliar atau Rp 58 triliun.

Dari sisi penguasaan pasar smartphone, menurut IDC Samsung  menjadi penguasa pasar dengan market share 30,4% berkat menjual sekitar 72,4 juta unit smartphone selama kuartal kedua 2013.  

Posisi nomor dua ditempati Apple dengan pangsa pasar  13,1% berkat menjual 31,2 juta unit smartphone.

Hal yang luar biasa adalah di posisi nomor tiga hingga lima, nama-nama vendor ponsel asal Asia berkibar seperti LG yang berada di posisi ketiga dengan penjualan 12,1 juta unit smartphone dan menguasai pangsa pasar  5.1%. sedangkan di posisi keempat dan kelima ditempati Lenovo dan ZTE dengan masing-masing menjual   11,3 juta unit dan  10,1 juta unit smartphone.

Dominannya pemain dari Asia di pasar smartphone menunjukkan episentrum dari bisnis telekomunikasi senilai US$ 2 triliun telah bergeser dari Eropa dan Amerika ke Asia.  

Angka-angka yang dipaparkan para analis menunjukkan pertumbuhan memang akan terjadi di Asia dimana pasarnya memiliki ciri khas menginginkan layanan dengan tarif murah dan gadget dengan harga terjangkau.

Diperkirakan sebanyak 23 dari 100 orang di Asia akan menjadi pengguna mobile internet, sementara di di Eropa sebanyak 67  dari 100 orang. Ini tentu menunjukkan ruang pertumbuhan yang besar di Asia.
 
Pergeseran pertumbuhan pasar ini tentu akan menjadi tantangan bagi pemain global yang terbiasa dengan profit margin besar seperti Apple. Adaptasi harus dilakukan, misalnya dengan membuat produk yang sesuai kondisi pasar.   

Kondisi Indonesia
Sayangnya, Indonesia sebagai salah satu negara di Asia dengan populasi yang besar belum menunjukkan kesadaran untuk menangkap peluang yang besar ini.

Indonesia terkesan masih meraba arah bisnis Teknologi Informasinya di tengah rendahnya pembangunan infrastruktur dasar telekomunikasi.

Pemerintah yang diharapkan menjadi pemimpin sepertinya masih gamang menetapkan prioritas sektor mana di telekomunikasi yang diutamakan untuk dikembangkan.  Alhasil, masyarakat menentukan arah jalannya sendiri.

Laporan Akamai belum lama ini harusnya menjadi pelecut semangat bagi pemerintah untuk lebih meningkatkan pembangunan infrastruktur dasar telekomunikasi, terutama backbone, agar ekonomi berbasis broadband bisa terwujud.

Akamai mengungkapkan  kecepatan rata-rata internet di Indonesia sebesar 1,5 Mbps. Kecepatan rata-rata internet Indonesia ada di peringkat ke-104 dunia. Indonesia tetap masih jauh di bawah beberapa negara tetangga, seperti Malaysia yang menempati peringkat 70 dan Singapura peringkat 21

Selain mendorong pembangunan infrastruktur dasar telekomunikasi, pemerintah juga harus mulai menata para pemain di bisnis Teknologi Informasi dengan mengeluarkan regulasi yang mendukung ekosistem.

Jika ini bisa dilakukan, kala episentrum bisnis telekomunikasi benar berpindah ke Asia, maka Indonesia akan mampu berbicara banyak di masa depan.Semoga!

@IndoTelko.com