Vonis Kasus IM2 Bisa Mengubah Pola Perizinan?

Nonot Harsono (DOK)

JAKARTA (IndoTelko) – Keluarnya vonis bersalah dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dan kewajiban membayar denda sebesar Rp 1,3 triliun oleh IM2 ke negara dinilai akan mengubah pola perizinan di dunia telekomunikasi nasional.
 
“Menteri Kominfo menyatakan akan menghormati putusan pengadilan tipikor. Namun perlu dipahami implikasinya terhadap industri telekomunikasi, karena di dalam amar putusan itu mengubah pola perizinan penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan PKS antara Jaringan dan jasa,” ungkap Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono dalam pesan singkatnya, Sabtu (13/7).

Menurutnya,  seharusnya untuk sementara waktu permohonan dan proses perizinan dibekukan hingga ada putusan yang berbeda atau dibekukan lanjut hingga selesai uji materi atau uji penafsiran oleh Mahkamah Agung (MA) dan kewenangan regulator dipulihkan.

Pasalnya, dalam amar putusan itu dikatakan bahwa penyelenggaraan Jasa hanya boleh dilakukan oleh penyelenggara yg memiliki izin jaringan. Artinya PKS antara penyelenggara Jaringan dan penyelenggara jasa  dianggap melawan hukum. Semua penyelenggara jasa/UKM yang memanfaatkan jaringan seluler wajib membayar BHP frekuensi lebih dari Rp 2 triliun per tahun tidak peduli berapa kapasitas jaringan yang dipakainya.

“Demi menghormati putusan pengadilan ini, mohon pengertian seluruh UKM dan dunia usaha apabila regulator tidak berani memproses permohonan izin, penyesuaian izin, dan seterusnya, demikian pula izin frekuensi,” katanya.  

Dikatakannya, proses perizinan mungkin bisa diproses setelah ada rekomendasi dari pengadilan tipikor. Jadi sebelum mengajukan permohonan izin jaringan dan/atau jasa, setiap pemohon mungkin harus ke pengadilan tipikor atau mungkin MA. Peran Regulator untuk sementara waktu dialihkan kepada Pengadilan tipikor.

Selain itu, lanjutnya,  mungkin dunia usaha seperti perbankan, musik, transaksi On-line, dan seluruh pelaku bisnis yang melakukan kerjasama dengan Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler perlu meminta fatwa terlebih dahulu kepada pengadilan tipikor atau MA sebelum melakukan kerjasama, agar tidak ada tuntutan dari masyarakat atau LSM di kemudian hari.

“Pasalnya,  penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler saat ini mendapat izin penyelenggaraan dari Kementerian Kominfo,” pungkasnya.

Resmi Banding
Sementara itu, pada Kamis  (11/7)  Indar Atmanto dengan diwakili oleh pihak penasehat hukum telah mendaftarkan pernyataan banding atas perkara No. 01/Pid.B/Tpk/2013/PN. Jkt. PST atas nama Terdakwa Indar Atmanto, yang telah mendapatkan Akta Banding secara resmi dari Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 30/Akta.Pid.Sus/TPK/2013/PN.JKT.PST.

President Director & CEO Indosat Alexander Rusli mengingatkan kembali bahwa keputusan Pengadilan Tipikor sama sekali tidak bisa diterima dan kerjasama antara Indosat – IM2 telah sesuai dengan regulasi di bidang telekomunikasi.  

“Internatioanl Telecommunication Union (ITU)  beserta Global System for Mobile Communication Association (GSMA) mempertanyakan standar dan kepastian regulasi telekomunikasi Indonesia terkait kasus perjanjian kerja sama Indosat-IM2 kepada saya,” ungkapnya.  
 
Diungkapkannya,  kasus Indosat-IM2 ini telah menjadi perhatian dunia karena format kerja sama yang digunakan kedua perusahaan itu pada dasarnya sudah jamak digunakan.

Menurutnya, dua lembaga dunia itu akan segera melayangkan surat kepada pemerintah Indonesia untuk menanyakan situasi industri telekomunikasi Indonesia sebagai bagian dari ekosistem internasional.

"Kita di sini terikat dengan ekosistem telekomunikasi internasional, GSMA sendiri misalnya memfasilitasi agreement untuk roaming dan layanan telekomunikasi yang lain. Bisnis telekomunikasi itu memiliki standar global, bahkan GSMA juga mempertanyakan dan memberikan petunjuk regulasi," kata Alex.(ak)