Susahnya Menjewer Anak Bandel

Ilustrasi (DOK)

Anak Bandel. Ini sebutan baru bagi BlackBerry dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) belum lama ini.

Panggilan itu disematkan setelah pada  3 Juli 2013 layanan BlackBerry Messenger (BBM) kembali tumbang  di Indonesia.

Jika dirunut dalam setahun belakang kejadian ini sebenarnya tidak baru. Bahkan  sudah kelima kalinya.  Gangguan pernah terjadi akhir Maret 2012, 15 Agustus 2012, 3 Oktober 2012, dan 12 Mei 2013.

Pihak BlackBerry Indonesia mengakui  gangguan teknis terjadi di jaringannya, bukan dari mitra operator lokal.Gangguan layanan BBM terjadi pada pengguna yang memakai perangkat sistem operasi non BB10. Sedangkan bagi yang menggunakan sistem operasi terbaru lancar jaya.

Kemenkominfo wajar merasa geram dengan BlackBerry karena walau sudah mendirikan kantor di Indonesia, tetapi hingga sekarang tidak ada perbaikan dalam berbisnis  terutama untuk mematuhi aturan yang berlaku terkait kualitas layanan.   

Hal yang menjadi perhatian Kemenkominfo tentunya terkait keinginan pendirian server di Indonesia selain kejelasan status dari layanan yang diselenggarakan.

Pasalnya, sebagai penyedia BlackBerry Internet Services (BIS), posisi BlackBerry sudah mirip dengan Penyedia Jasa Internet (PJI).  Apalagi jika melihat pos pendapatan BlackBerry dimana  26% disumbang oleh services.

Sayangnya, aturan di Indonesia belum mengakomodasi model bisnis yang diselenggarakan BlackBerry sehingga menjadi celah bagi perusahaan ini untuk lari dari aturan pembayaran Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Jasa Telekomunikasi dan sumbangan Universal Services Obligation (USO).

Aturan yang bisa diandalkan oleh Kemenkominfo untuk menjewer si anak bandel adalah  PP no 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dimana salah satu yang diatur masalah kualitas layanan.

Lemah Komunikasi
Hal lain yang menjadi perhatian dalam kasus tumbangnya jaringan BBM belum lama ini adalah masalah lemahnya komunikasi yang dilakukan BlackBerry ke pelanggannya, baik secara langsung atau melalui mitra operator.

BlackBerry harusnya berani menginformasikan secara langsung masalah yang dihadapinya ke pelanggan agar tak berkembang informasi sumir melalui broadcast message yang merugikan reputasinya.

Sensitivitas terhadap transparansi informasi ini terlihat minim sekali di BlackBerry walau beberapa punggawanya adalah orang Indonesia asli.

Simak saja, hingga Minggu (7/7) masih berterbaran broadcast message yang meminta melanjutkan pesan hoax agar PIN tak hilang.

Padahal, sebagai salah satu negara dengan pengguna terbesarsudah sewajarnya BlackBerry menunjukkan perhatian lebih serius ke Indonesia.

Bayangkan, dengan 15 juta pengguna aktif, keuntungan yang diraup sehari jika  hanya memanfaatkan paket BIS harian Rp 5 ribu bisa mencapai Rp 90 miliar.

Sudah saatnya BlackBerry  membangun messaging server di Indonesia agar operator mudah mengetahui penyebab terjadinya gangguan dan lebih menaruh hormat terhadap pejabat pemerintah ketika krisis terjadi agar tak dipanggil si bandel.

Sebuah sebutan yang memalukan bagi perusahaan dimana sahamnya tercatat di bursa internasional.

@IndoTelko.com