Konsolidasi XL dan Axis untuk Siapa?

Ilustrasi (DOK)

JAKARTA (IndoTelko) – Isu konsolidasi di industri telekomunikasi Indonesia kembali merebak sejak Mei lalu.

Pemicunya adalah kian nyatanya sinyal diakuisisinya PT Axis Telekom Indonesia (Axis) oleh anak usaha Axiata di Indonesia, PT XL Axiata Tbk (XL).

Bagi banyak kalangan di industri telekomunikasi, aksi akuisisi hal yang lumrah dan seharusnya memang terjadi jika melihat tingkat penetrasi dan populasi Indonesia.

“Idealnya Indonesia hanya butuh empat atau lima operator. Misal, tiga pemain berbasis GSM dan satu CDMA atau empat pemain GSM ditambah satu CDMA,” ungkap Ketua Umum Alex J Sinaga yang juga Direktur Utama Telkomsel Alex  J Sinaga kala menjadi pembicara di IndoTelko Forum, belum lama ini.

Namun, hal yang diingatkan pria yang akrab disapa AJS ini adalah jika konsolidasi antar pemain terjadi maka masalah sumber daya terbatas yang dimiliki entitas baru harus diselesaikan regulator agar tak terjadi distorsi di industri.

“Tak ada yang melarang akuisisi karena aturan mengijinkan. Tetapi ada aturan teknis terkait frekuensi dan blok nomor yang tak bisa diperjualbelikan kecuali ada ijin menteri. Nah, kondisi di Indonesia untuk frekuensi itu belum menunjukkan azas adil dan merata, ini harus dibenahi dulu oleh regulator,” katanya.

Seperti diketahui, Telkomsel saat ini menguasai 42% pangsa pasar industri dengan jumlah pelanggan 125 juta dengan infrastruktur 62 ribu base transceiver station (BTS) yang beroperasi di spektrum 900 MHz, 1.800 MHz, dan 2,1 GHz.

Sementara XL yang menguasai 15,6% pangsa pasar telah melayani 45 juta pelanggan dengan infrastruktur sebanyak 40.983 BTS.
XL sendiri beroperasi di spektrum yang sama dengan Telkomsel dengan penguasaan pita lebih kecil, kecuali 3G di 2,1 GHz yang sama-sama tiga kanal 15 MHz.

Sedangkan Axis melayani 17 juta pelanggan dengan alokasi pita frekuensi di 1.800MHz dan 2.100MHz.  

Jika konsolidasi antara keduanya benar terjadi,  menjadikan XL memiliki frekuensi yang lumayan besar di pasar seluler Indonesia. Misalnya, di 3G dari tiga blok kepemilikan XL menjadi lima blok. Sementara di 1.800 MHz dari  7,5 MHz, XL bisa menjadi 22,5 MHz atau setara dengan alokasi yang dimiliki Telkomsel
.
Kondisi inikah yang menjadikan Telkomsel sedikit goyang? "Kok kami yang goyang? Kalau XL mau  akuisisi Telkomsel baru itu namanya mengancam," canda AJS.

Tak Jaminan
Presiden Director & CEO Indosat Alexander Rusli  mengungkapkan tak menjadi jaminan jika ada konsolidasi  pangsa  pasar  entitas baru  otomatis membesar karena tingginya penggunaan multiple sim card di Indonesia.

“Tak ada jaminan jika dua operator melakukan konsolidasi pangsa pasarnya langsung naik. Bisa-bisa justru menurun di salah satunya karena fenomena multiple sim card di Indonesia,”ungkap   

Menurutnya, dengan ada fenomena multiple sim card itu menjadikan ketika dua operator melakukan konsolidasi, bisa saja pelanggan yang selama ini menggunakan jasa keduanya menjadi harus dimatikan salah satunya.

“Tidak bisa dong dalam proses pencatatn itu keduanya tercatat sebagai pelanggan yang sama kalau sudah konsolidasi,” jelasnya.

Menurut Alex melihat wacana konsolidasi marak beredar karena operator mulai berhitung di masa depan terkait nasib sumber daya alam terbatas yang dimilikinya mengingat trafik data terus naik. “Para pemain itu mulai menatap masa depan. Bicara masa depan itu jasa data,” katanya.

Siapkan Aturan
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan mengatakan secara prinsip pemerintah mendukung adanya konsolidasi karena jumlah pemain sudah terlalu banyak.

“Kita akan siapkan aturan nantinya, terutama masalah kepemilikan frekuensinya. Saat ini ada yang kekurangan, tetapi ada juga kelebihan frekuensi. Ini harus dikaji apakah tata ulang semua atau pakai pola spectrum cap dimana dihitung kebutuhan setelah keduanya merger,” jelasnya.

Anggota  Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menilai konsolidasi harus dilakukan  dalam rangka  penyederhanaan dan efisiensi penggunaan frekuensi dengan meminta yang kecil bergabung dengan yang besar alias merger.

Sementara Anggota Komisi I DPR lainnya Syaifullah Tamliha mengaku akan  mengawasi rencana merger  XL dan  Axis  terutama berkaitan dengan kemungkinan peralihan frekuensi yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.

“Kita  akan memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dan pihak terkait lainnya  untuk meminta penjelasan tentang persoalan peralihan spektrum frekuensi tersebut. Pemanggilan Tifatul akan dilakukan sebelum reses,” tegasnya.

Hal yang dikhawatirkan Syaifullah, jika XL dan Axis bergabung frekuensi seluler akan didomminasi oleh investor asing. Rujukannya adalah kepemilikan XL dimana dikuasai  Axiata Investments (66,5%) dan  Axis oleh Saudi Telecom Company (STC) sebesar   80,1%, dan Maxis Communication (4,9%).

Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi mengungkapkan, sejauh ini baru tahap berkonsultasi umum dengan Kementerian Kominfo terkait rencana akuisisi Axis. "Masih belum jelas semua karena belum ada yang mantap. Tak gampang akuisisi itu jika ada yang EBITDA minus sampai 50% diambil oleh EBITDA positif 40%," ujar Hasnul.

Namun, Hasnul berjanji, jika sudah ada kejelasan, XL akan melaporkan rencana akuisisi ini ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Secara terpisah, Founder IndoTelko Forum Doni Darwin mengibaratkan masalah konsolidasi seperti dua pasangan yang akan masuk ke jenjang penikahan.

“Kalau mau ke pernikahan itu tak selamanya suara dari keluarga besar itu seragam. Jadi, kalau ada pro kontra atau tarik menarik itu hal yang biasa,” katanya.

Disarankannya, jika “pernikahan” sulit diwujudkan, bukan hal yang salah mundur selangkah bagi kedua pasangan untuk mewujudkan masa depan lebih baik.
 
“Mundur selangkah disini, masa pacarannya diperlama untuk menyakinkan keluarga besar keduanya adalah pasangan ideal. Dalam konteks XL dan Axis, masa pacarannya kembali menjalankan roaming nasional yang sempat terhenti beberapa waktu lalu, sembari menyakinkan pemangku kepentingan di industri ini konsolidasi itu banyak manfaat ketimbang mudaratnya,” sarannya.(ak)