JAKARTA (IndoTelko) – Sinyal milik PT Smart Telecom (Smart) ternyata sudah menyebar ke seluruh frekuensi 3G di 2,1 GHz sehingga berpotensi menimbulkan gangguan layanan bagi pengguna masing-masing operator.
“Perlu dicatat interferensi antara penyelenggara sistem Personal Communication System (PCS) 1900 dengan penyelenggara sistem Universal Mobile Telecommunication System (UMTS), tidak hanya di blok 11 dan 12, tetapi merata dari blok 1 hingga 12 di 2,1 GHz,” ungkap Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) M. Ridwan Effendi dalam pesan singkatnya, kemarin.
PCS 1900 adalah teknologi yang digunakan Smart. Smart sendiri menempati frekuensi 1.900 MHz.Sedangkan UMTS adalah teknologi yang digunakan lima operator 3G. Kelima pemain itu adalah Telkomsel, XL Axiata, Indosat, HCPT dan Axis Telekom.
Diungkapkannya, hanya di Indonesia, sistem UMTS (Eropa) dan PCS1900 (Amerika) ada dan hidup berdampingan.
Akibatnya, lanjutnya, seluruh blok di frekuensi 2,1 GHz terkena luberan spektrum dari PCS1900, yang sebetulnya kalau hidup sendirian tidak menjadi masalah.
“Tetapi harap dicatat interferensi ini hanya ada pada tempat-tempat yang terjadi ko-lokasi yakni BTS UMTS berdekatan dengan BTS PCS1900,” jelasnya.
Lebih lanjut diungkapkannya, saat ini Telkomsel telah melaporkan gangguan dari sinyal Smart di daerah Batam. Padahal Telkomsel saat ini berada di blok 4 dan 5. Kalau sudah begini, hal yang diperlukan adalah koordinasi antara UMTS (3G) dengan PCS1900 di tempat-tempat yang terjadi kolokasi.
“Jadi tidak benar itu kalau Axis yang akan menempati blok 11 dan 12 dari hasil penataan ulang mutakhir akan paling menderita,” tegasnya.
Diharapkannya, semua operator 3G yang terlibat dalam penataan ulang blok frekuensi untuk legawa karena semua kemungkinan langkah sudah disimulasikan regulator.
“Skenario yang kami pilih itu paling cepat dan paling minimal. Kita bekerja berdasarkan data terakhir jumlah BTS 2G dan 3G milik semua operator,” tegasnya.
Sekadar diketahui, dari skenario hasil penataan ulang blok 3G yang diumumkan pemerintah belum lama ini tiga operator harus migrasi baik secara minor atau mayor. Tiga operator itu adalah HCPT, Indosat, dan Axis.
dari ketiganya, Axis mendapatkan cobaan berat karena harus migrasi dua blok dan menempati blok 11 dan 12 yang belum bersih dari interferensi dengan sinyal Smart.
Axis diperkirakan mengeluarkan biaya besar untuk migrasi ditambah pemasangan filter untuk radio-radio yang bersebelahan dengan milik Smart Telecom. Apalagi resiko gangguan layanan kala migrasi terjadi mengingat 60% dari 17 juta pelanggan Axis adalah pengguna data.
Para teknisi beranggapan, interferensi antara sinyal Smart dengan pemain 3G bisa diakali jika Smart menggunaka filter yang sharp, koordinasi antara pemain, serta pembatasan power, atau menambah guardband. Interferensi pun bisa diminamilisir selama ada guardband selebar minimal 2 megahertz.
Solusi lainnya adalah pemerintah meminta komitmen vendor CDMA agar alat yang mereka ciptakan tidak akan membuat interferensi melebihi 3,1 Mhz.
Para ahli lain beranggapan bukan masalah sinyal bocor yang menjadi perhatian sebenarnya, tetapi secara teori jika GSM dan CDMA berjejeran, pasti akan sengsara pelanggan GSM.
Pasalnya, alokasi frekuensi CDMA dari BTS ke ponsel (down link) bertabrakan dengan dari ponsel ke BTS milik GSM (uplink).Secara teknologi, CDMA mentransfer sinyalnya menggunakan Code dan bisa di-extract walaupun berada di dalam sinyal dibawah level noise. Sementara GSM menggunakan teknologi FDM+TDMA, masih rentan terhadap noise yang ditimbulkan oleh sinyal CDMA jika frekuensi berdekatan.(id)