Gelembung e-Commerce

Ilustrasi (DOK)

Hasil survei MasterCard Online Shopping yang dikeluarkan pekan lalu lumayan mengejutkan.
Di tengah smartphone yang baru memasuki tahap pertumbuhan di Indonesia, ternyata masyarakat sudah terbiasa berbelanja dengan perangkat tersebut dalam  tiga bulan terakhir.

Berdasarkan riset Frost & Sullivan, pasar smartphone diperkirakan tumbuh dengan pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) 16,1% dari 35,09 juta unit di 2010 menjadi 73,86 juta unit di 2015. Tentunya ini menjadi sinyal mobile commerce  mulai mendapatkan tempat di Indonesia.

Data MarkPlus  Insight pada 2011 mengungkapkan  pengguna internet di Indonesia   tumbuh sebesar 30% dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi 55 juta orang pengguna, dengan waktu akses Internet rata-rata 3 jam per hari.

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkomnfo) mengungkapkan pada 2012  potensi pasar bisnis e-commerce bisa mencapai Rp 330 triliun.
 
Ya, Indonesia dengan penetrasi  penggunaan internet yang tinggi sejak beberapa tahun lalu dianggap sejumlah pemain asing menjadi harapan untuk mengembangkan e-commerce.

Mengandalkan riset-riset yang ada tentang bisnis internet di Indonesia, para pemain asing ini  menggandeng mitra lokal untuk bermain e-commerce.

Namun, kabar mengejutkan tersiar jelang tutup pekan lalu. Salah satu pemain dari Jepang, Rakuten, mengibarkan bendera putih.
Rakuten dikabarkan menghentikan kerjasama yang dimulai sejak 2011 lalu dengan MNC Group melalui Rakuten-MNC.

Jika disimak, kinerja dari Rakuten di Indonesia tak begitu mengecewakan. Situs ini memiliki 350 ribu produk dengan  400 merchant.  Sementara untuk jumlah transaksi, rata-rata member membelanjakan uangnya sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu sekali transaksi.

Lantas,  kenapa Rakuten hengkang? Jika disimak, harapan Rakuten bekerjasama dengan MNC Group adalah bisa memaksimalkan  kekuatan jaringan media tradisional yang dimiliki MNC. Tetapi sepertinya pemain dari Jepang ini tak merasakan secara maksimal dampak dari “kekuatan” media dari MNC tersebut.

Apalagi, MNC Group baru saja mengumumkan kerjasama dengan Tencent. Pemain dari China ini memang diajak bekerjasama untuk mengembangkan Instant Messenger, WeChat, tetapi kala mengumumkan kolaborasi itu tersirat semua lini bisnis berbasis internet akan digarap.

Terlepas dari yang terjadi dengan Rakuten di Indonesia, sudah saatnya pemerintah menggeber aturan lebih jelas menghadapi gelembung bisnis e-commerce di Indonesia.

Hal-hal yang harus menjadi sorotan tentunya adalah masalah komposisi kepemilikan, keamanan transaksi,  jaminan kenyamanan bagi konsumen, dan lainnya. Jika regulasi terlambat mengatur, sementara bisnis kian membesar, tentu akan semakin sulit diatur.

@IndoTelko.com