Nilai Transaksi m-Payment Capai Rp 1.45 triliun

Ilustrasi (DOK)

JAKARTA (IndoTelko) – Nilai transaksi berbasis mobile atau m-Payment di Indonesia pada 2013 diperkirakan mencapai Rp 1.45 triliun atau sekitar US$ 150 juta. Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan 2012 dimana mencapai US$ 140 juta atau setara Rp 1.35 triliun.

Transaksi yang masuk dalam m-payement jika dilakukan melalui pnsel, smartphone, tablet, dan perangkat bergerak  lainnya.

Head of ICT Consulting Frost & Sullivan Indonesia Dev Yusmananda mengungkapkan, walau nilai total transaksi dari m-payment besar, tetapi operator telekomunikasi hanya menikmati secuil dari nilai pasar yang besar.

“Porsi operator kecil di bisnis ini walau transaksinya mobile,” ungkap Dev di Jakarta, belum lama ini.
Diungkapkannya, pada 2011 hanya ada 6 juta pengguna dari operator yang menggunakan m-payment dengan nilai transaksi sekitar US$ 2.1 juta atau setara Rp 20.38 miliar.

Pada 2012 diperkirakan operator hanya mencicipi nilai transaksi m-payment sekitar US$ 2,3 juta atau setara Rp 22,3 miliar dan 2013 di US$ 2,5 juta atau setara Rp 24,27 miliar.

Dijelaskannya, dalam mengembangkan m-payment ada yang didorong oleh pengguna, merchant, atau perangkat yang bisa saling berkomunikasi.

“Adopsi dari m-payment banyak tergantng dari  dinamika di pasar, budaya berbelanja, kematangan teknologi, dan dukungan lembaga keuangan,” katanya.
Siapkan Aturan  

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) akan mempersiapkan aturan terkait transaksi e-commerce di Indonesia.

"BI memiliki peran penting dalam mengatur sistem pembayaran e-commerce ini. Saat ini aturannya masih akan dibahas oleh pemerintah", ujar Direktur Eksekutif Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI Budi Armanto.

Ditegaskannya,  dalam transaksi bisnis yang berbasis online tersebut, penyelenggara harus menghormati dan memenuhi hak-hak konsumen. Karena saat ini, bisnis online hanya dilindungi oleh Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Saat ini tengah dikaji hadirnya  aturan dalam  bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) karena regulasi yang ada sekarang kurang mengatur terlalu detail.

"RPP ini bisa membahas poin bisnis online yang lebih spesifik. Aturannya juga membutuhkan fleksibilitas sehingga membutuhkan aturan yang lebih rendah di bawah UU", jelasnya.

Menurutnya, transaksi   online yang paling aman adalah pembayaran yang melalui ATM. Sedangkan dalam bentuk pembayaran lainnya masih dimungkinkan selama mendukung perekonomian.

"Nanti akan diatur oleh BI bentuk transaksinya seperti apa, tunai apa non tunai, transaksi non tunai, itu khususnya internet akan lebih baik kan semuanya tercatat,” katanya.(id)