Penguasa Dijepit Raksasa

Ilustrasi (Dok)

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) akhirnya bergabung dengan sejumlah pemain asing untuk memperebutkan lisensi seluler di Myanmar.   

Dokumen kesiapan Telkom mengikuti tender untuk mendapatkan lisensi sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi di Myanmar telah dikirim melalui Telecommunication Operator Tender Evaluation and Selection Committee, pada tanggal 23 Januari 2013.

Pernyataan ini menepis isu yang beredar sejak awal pekan lalu dimana nama Telkom dikabarkan tidak masuk dalam peserta tender.

Sebelumnya, nama-nama  yang muncul berebut dua lisensi seluler versi media asing adalah  Airtel (India), Singapore Telecommunications (SingTel/ Singapura),  Singapore ST Telemedia (STT/ Singapura), Axiata  (Malaysia), dan Telenor (Norwegia).

Jika dilihat,  para peserta yang beredar ini ditopang oleh Temasek (Singapura) dan Axiata (Malaysia).

Dua raksasa ini menguasai beberapa operator di Asia. Axiata ditaksir memiliki nilai kapitalisasi pasar US$ 18,8 miliar.  SingTel sebagai bagian dari Temasek saja memiliki nilai kapitalisasi pasar sekitar US$ 55,8 miliar, Sementara Telkom sekitar US$ 19,2 miliar.

Hal yang lumrah bagi dua raksasa dari negara tetangga ini membidik lisensi seluler di Myanmar.

Pasalnya penetrasi di negeri itu masih rendah. Nilai pasar seluler di  Myanmar diperkirakan US$ 23 miliar atau setara Rp  223.3 triliun.   

Sedangkan bagi Telkom, memang sudah seharusnya untuk ekspansi ke negara-negara kawasan regional karena di dalam negeri sudah terlalu besar sehingga ruang pertumbuhan menjadi sempit.

Jika ini terealisasi, bisa dikatakan sebagai keberanian dari Telkom.

Tanpa mengecilkan aksi ekspansi ke  Timor Leste, Australia atau HongKong, tetapi inilah ekspansi dimana Telkom akan merasakan persaingan dari mulai mendapatkan lisensi hingga memberikan pelayananan nantinya.

Untuk diketahui, ekspansi Telkom ke Australia lebih menyelenggarakan contact center dan menjalankan Mobile Virtual Network Operation (MVNO).

Hal yang sama juga terjadi di HongKong dimana semacam memberikan layanan tambahan bagi masyarakat Indonesia di sana melalui produk prabayar KartuAS dari Telkomsel.
 
Ke Timor Leste? Ini bukan sesuatu yang luar biasa. Negeri ini dulunya adalah bagian dari Indonesia. Aset Telkom dinasionalisasi pemerintah Timor Leste usai jajak pendapat beberapa tahun lalu. Jadi, ini seperti seorang anak yang pulang kampung saja.

Percaya Diri
Hal yang harus diperhatikan manajemen Telkom sekarang adalah tinggal lebih percaya diri dan memiliki tim yang solid dengan strategi matang untuk memenangkan lisensi di Myanmar.

Harap diingat, sejak tahun 2010 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini selalu berwacana akan berekspansi ke luar negeri tanpa ada realisasi yang jelas.

Tercatat, Telkom pernah membidik lisensi telepon tetap di Iran, ingin membeli saham CamGSM di Kamboja, atau mengakuisisi operator kabel laut, Pacnet.

Entah karena trauma mengingat banyak gagalnya, Telkom seperti gamang kala media massa mengonfirmasi isu tak tercantumnya nama perseroan sebagai peserta tender di Myanmar  pada pekan lalu.

Alhasil, karena terlihat kurang Percaya Diri (PeDe), saham Telkom  pada perdagangan Kamis (31/1) mengalami tekanan dengan dibuka di Rp 9.650  dan sempat turun menjadi Rp 9.600 pada siang hari. Usai makan siang, saham Telkom mulai naik menjadi Rp 9.650 dan sore hari di Rp  9.700.

Naiknya saham Telkom setelah jelang Kamis siang seiring pernyataan resmi dikeluarkan Telkom terkait kepastiannya mengikuti tender di Myanmar.

Hal ini harus menjadi pelajaran bagi Telkom dalam langkah ke depannya  untuk melakukan ekspansi ke luar negeri.

Menutup diri atau bersikap alergi ke media massa bukanlah langkah yang elok  bagi  perusahaan yang tercatat di bursa saham.

Justru dengan terbuka dan menggandeng media massa bisa didapat  dukungan kuat dari masyarakat  untuk setiap langkah korporasi.  

Pasalnya,  masyarakat Indonesia memang rindu melihat ada BUMN yang berjaya di negeri orang, bukan hanya macan yang sangar di kandang sendiri.

@indotelko.com