Kado Pahit Jelang Tutup 2012

Ilustrasi (Dok)

Pupus sudah harapan komunitas telematika Indonesia terhadap kasus dugaan korupsi penggunaan jaringan 3G yang melibatkan PT Indosat Mega Media (IM2) dan PT Indosat Tbk (Indosat).

Perjuangan sepanjang tahun ini dari komunitas telematika untuk tidak berlanjutnya kasus ini ke pengadilan seperti beriak di tepian.

Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan jelang berakhirnya Desember 2012 telah  melimpahkan berkas dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz atau 3G oleh PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) dengan tersangka IA ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pelimpahan berkas mantan Direktur Utama IM2 itu bernomor surat B-1961/APB/Sel/Ft/12/2012 tertanggal 27 Desember 2012.

Pasal yang didakwakan terhadap tersangka, yakni pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 dan pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Tindak Pemberantasan Korupsi.

Menurut Kejaksaan, tanpa izin pemerintah IM2 menyelenggarakan jasa telekomunikasi jaringan bergerak seluler frekuensi 3G. IM2 menyelenggarakannya melalui kerja sama yang dibuat dengan induk usahanya, Indosat.

Padahal, IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 Ghz atau  3G.

Akibat penyalahgunaan itu, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara dirugikan sekitar  Rp 1,3 triliun.

Solusi Terbaik?
Jika disimak sejak awal kasus ini terbuka ke ruang publik, sepertinya membawa perkara hingga ke pengadilan adalah solusi terbaik saat ini.

Pasalnya, mengharapkan keluarnya  Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan  (SKPP) sepertinya hal yang mustahil.

Hal itu  terlihat dari kegigihan dari Kejaksaan Agung untuk meneruskan perkara ini ke Pengadilan, tak tanggung-tanggung, Pengadilan Tipikor.

Padahal, Menkominfo Tifatul Sembiring sebagai kementrian teknis sudah menegaskan tidak ada kerugian negara yang diderita karena praktik yang dilakukan IM2 dan Indosat telah sesuai dengan Undang-undang Telekomunikasi dan aturan menteri terkait.

Jika merujuk pada Undang-undang Telekomunikasi, apabila ada pelanggaran teknis, tentunya Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kemkominfo sudah turun tangan dalam kasus ini. Dan hal itu tidak dilakukan karena menurut Tifatul memang tidak ada kerugian negara.

Alhasil, jika dua institusi di bawah komando Presiden bersikeras, tentu tempat netral untuk menunjukkan pihak mana yang paling benar adalah pengadilan.

Sekarang kita tinggal menunggu kelihaian dari Tim Pembela yang ditunjuk Indosat dan IM2 untuk memaparkan duduk masalah secara benar dan menyampaikannya ke para hakim di Tipikor dengan cara yang bisa dipahami dalam bahasa awam.

Kita juga mengharapkan adanya ketegasan Indosat yang menyatakan aksi dari pejabatnya kala melakukan kerjasama sebagai bagian dari aksi korporasi.
 
Jika ini dilakukan Indosat, tentunya akan meringankan beban para pejabat yang sekarang berada dalam posisi tersangka karena aksi itu bukan untuk memperkaya diri sendiri alias korupsi.

Terakhir, konsistensi dan kebersamaan dari komunitas telematika dalam mengawal kasus ini diharapkan terus membara.

Apabil tidak, nasib dari bisnis penyedia jasa internet di Indonesia yang terdiri dari pengusaha kelas menengah hingga besar berada di ujung tanduk, karena semuanya bisa terseret dalam pusaran dugaan korupsi layaknya yang dialami IM2.

Sungguh kado pahit jelang tutup tahun 2012 bagi industri telematika Indonesia yang masih tahap dalam peningkatan penetrasi akses internet guna mewujudkan ekonomi berbasis broadband.
 
@indotelko.com