3G Tak Hanya di 2.1 GHz

(dok.)

Kala menghadiri diskusi Babak Pamungkas Frekuensi 3G yang digagas Lembaga Pengembangan dan Pemeberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) beberapa waktu lalu, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Dr. Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan, tidak tepat dikatakan frekuensi  di 3G telah memasuki babak pamungkas.Pasalnya, di mata Sigit dan regulator lainnya, frekuensi untuk menggelar 3G tidak hanya di 2.1 GHz yang hanya menyisakan dua blok untuk ditempati.

“Sebaiknya dipikirkan langkah lain untuk menggelar 3G.  Jangan terpatok hanya di 2.1 GHz,” katanya.

Regulator memang telah berinovasi dengan memberikan kesempatan bagi Indosat untuk menggelar 3G di frekuensi 900 MHZ. Operator ini pun telah melakukan uji coba di Padang dan Bukit Tinggi beberapa waktu lalu.

Menkominfo Tifatul Sembiring kala memberikan sambutan  dalam peluncuran uji coba layanan 3G Indosat di 900 MHz menegaskan, penyelenggaraan mobile broadband tidak hanya di 2.1 GHz, tetapi terbuka untuk frekuensi lainnya.

“Kita terbuka 3G di frekuensi lainnya. Nanti diproses sesuai permintaan dari operator,” kata Tifatul.

Peminat
Dibukanya keran untuk menggelar 3G di luar 2.1 GHz membuat operator lain berminat mengikuti jejak Indosat. Telkomsel, Axis dan XL kabarnya membidik menggelar 3G di 1.800 MHz.

Bagi Telkomsel dan Axis diperkirakan bisa mulus menggelar 3G di 1.800 MHz jika memang niat itu serius direalisasikan.  Pasalnya, keduanya di frekuensi itu memiliki lebar pita yang lumayan longgar.

Berdasarkan catatan,  di frekuensi  1.800 MHz Telkomsel memiliki lebar pita  22,5 MHz, Indosat (20 MHz), XL  (7,5 MHz), Axis (15 MHz), dan Hutchinson CP Telecom (10 MHz).

Melihat kenyataan itu, Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi mengusulkan rebalancing alokasi frekuensi sebelum diterapkannya teknologi netral di 1.800 MHz. Apalagi, pengelolaan frekuensi di 1.800 MHz akan masuk 10 tahun sesuai dengan hak yang dimiliki operator.   

“Pasalnya, ada ketimpangan dari sisi kepemilikan frekuensi dan posisinya tidak contiguous,” ungkap Hasnul. 

Diungkapkannya, XL pernah meminta tambahan alokasi frekuensi ke pemerintah tetapi belum direspons.  “Jika memang ada wacana  di frekuensi itu akan diterapkan teknologi netral  seperti di 900 MHz, kita minta dievaluasi utilisasi frekuensi yang selama ini dimiliki operator. Jika ada yang tidak maksimal dikembalikan ke pemerintah, setelah itu dialokasikan bagi yang membutuhkan,”jelasnya.
  
Menurut Hasnul, XL tak mungkin menerapkan teknologi 3G di 900 MHz karena di rentang itu sudah padat dan alokasi yang dimiliki perseroan sangat minim yakni 7.5 MHZ.

Saat ini di spektrum 900 MHz, Indosat memiliki 10 MHz, Telkomsel 7,5 Mhz, XL Axiata 7,5 MHz.

“Tak mungkin jika bicara menerapkan 3G di 900 MHz bagi XL. Tetapi kami tidak khawatir jika ada yang menerapkan 3G di frekuensi itu, kita punya strategi sendiri menghadapinya,” jelasnya.

Tata Ulang
Dirjen  Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika M.Budi Setiawan mengatakan pemerintah juga berencana untuk menata ulang alokasi frekuensi di 900 MHz dan 1.800 MHz karena ada operator yang tidak rata kepemilikannya. 

“Prinsipnya  semua dapat sama tidak juga. Semua dapat frekuensi sama bisa dipertimbangkan. Ada yang belum punya di 900 MHz bisa dipertimbangkan,” katanya.

Peneliti dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai kebijakan pemerintah dalam memberikan izin untuk upgrade teknologi di 900 MHz dan 1.800 MHz bisa berakibat fatal karena tidak pernah dikonsultasikan dengan uji publik.

“Upgrade dari 2G ke 4G LTE di 1.800 MHz atau 3G di 900 MHz itu harus rebalancing spektrum dulu. Soal refarming ini, pemerintahan yang baik seharusnya punya konsep jauh ke depan, melibatkan stakeholder sebelum mengambil kebijakan dan sebagai wasit tentunya harus adil kepada semua pemain agar sama-sama maju dan sejahtera,” tegasnya.

Sedangkan GM Regulatory Indosat Risagarti mengusulkan, jika memang akan ada tata ulang alokasi frekuensi, diusulkan biayanya menggunakan dana dari ICT Fund. 

“Jika ada pindah-pindah alokasi, tentu ada biaya harus dikeluarkan. Misalnya, jika tata ulang memang akan diterapkan di 2.1 GHz usai seleksi nantinya. Baiknya menggunakan dana ICT Fund agar biaya operasional operator tidak semakin membengkak dimana nanti konsumen keberatan dengan tarif tinggi,” katanya.(id