Menghindari Efek Gunting di Data

Ilustrasi (Dok)

Jasa data menjadi andalan operator telekomunikasi  sebagai  mesin pendapatan di era multimedia  tak terbantahkan lagi.

Saat ini sekitar 60% belanja modal para operator dialokasikan untuk membangun infrastruktur dan pengembangan layanan data.

Tantangan dari mengembangkan jasa data ini terletak pada konsumsi bandwidth yang tinggi dan   keterbatasan alokasi spektrum atau jaringan yang penuh di wilayah padat akses internet.

Semua itu imbalnya adalah investasi yang tinggi bagi operator. Sedangkan dari sisi pendapatan, belum tentu sama yang didapat dengan trafik nan tinggi.

Fenomena ini banyak juga disebut dengan efek gunting karena dari tampilan grafik memang terlihat seperti gunting dimana trafik melesat, pendapatan justru tidak bergerak mengikuti.

Alternatif Akses
Alhasil, operator pun memutar otak untuk mengatasi efek gunting ini. Salah satunya dengan Offloading (memindahkan) trafik dari jaringan seluler ke WiFi sebagai alternatif akses.

Pemicunya, di Indonesia pada 2012 diperkirakan penjualan smartphone   mencapai  7 juta unit. Tahun ini jumlah telepon pintar yang mempunyai fitur WiFi baru 43%. Pada 2014 diperkirakan sekitar 90% smartphone yang beredar di Indonesia dipersenjatai WiFi.

Teknologi offloading trafik ini  dikenal juga  dengan Mobile WiFi Seamless  dimana  akses mobile  dari  pelanggan  yang  terkoneksi ke jaringan 2G/3G dipindahkan ke Wifi secara otomatis  sebagai jaringan seluler tambahan.

Solusi ini menjadi pilihan karena dari sisi investasi hanya sekitar 25% dari membeli satu radio BTS 3G. Harga satu titik WiFi diperkirakan di kisaran Rp 2 juta – Rp 6 juta, tergantung vendor dan jenis layanan yang dipilih.

Hal lainnya, operator  tidak perlu mengeluarkan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi karena spektrum  2.4 GHz untuk WiFi tidak berlisensi.

Di Indonesia, Telkomsel  adalah operator pertama yang meluncurkan teknologi Seamless Wi-Fi atau EAP-SIM (Extensible Authentication Protocol-Subscrider Identity Module) pada Juni 2012.

Pelanggan dapat menggunakan Wi-Fi ini dengan syarat telah berlangganan paket data Telkomsel Flash dan perangkat yang mendukung teknologi EAP-SIM.

Pelanggan dapat memanfaatkan jaringan hotspot WiFi flashzone-seamless di 6000 titik di seluruh Indonesia di berbagai wilayah area publik. Jaringan tersebut memanfaatkan jaringan hotspot dari Telkom.

Rencananya akan  dibangun 100 ribu hotspot area di 50 kota besar di Indonesia.  Pada  2013, akan ada  1 juta  hotspot.
Telkomsel telah melakukan tiga percobaan layanan ini yaitu layanan Wi Fi untuk pelangan regular, layanan Wi Fi untuk pelanggan corporate, dan layanan Wi Fi untuk Service Set Identifier (SSID).

Unit usaha Telkom di jasa Fixed Wireless Access (FWA), Flexi, juga mengandalkan hotspot yang dibangun Telkom  tersebut untuk melayani pelanggan datanya.

EGM Division Telkom Flexi Badriyanto,  mengatakan perusahaan melihat peluang pertumbuhan bisnis data di Indonesia sangat besar sebab terjadi tren perpindahan pengguna teknologi 2G ke 3G. Peluang  bisnis data di Indonesia akan meningkat sampai 2014 dengan perkiraan 70%, dari sebelumnya 20% di 2012.

“Kalau 3G dikembangkan berat. Inilah alasan  Telkom dan anak usaha menggunakan teknologi fiber optic. melalui teknologi ini, sinyal WiFi dapat ditangkap pengguna dari jarak 500 meter sampai 1 kilometer,”  jelas Badriyanto.

Masih Belajar
Operator kedua yang meluncurkan mobile WiFi adalah Indosat pada akhir September 2012.

”Kami meluncurkan Super WiFi guna mengakali investasi di data yang tak bisa hanya mengandalkan pada membangun radio 3G. Dengan membangun titik WiFi, tidak hanya hemat dari sisi investasi, tetapi kecepatan yang diberikan lebih tinggi,” ungkap Presiden Direktur Indosat Harry Sasongko.

Dijelaskannya, kapasitas dari radio 3G hanya 5 Mhz, sementara satu titik WiFi bisa 200 MHz. Jika dilakukan rekayasa modulasi, WiFi bisa menambahkan kelonggaran kapasitas 50 persen lebih besar ketimbang radio 3G. Alhasil, dalam satu hotspot bisa ratusan pelanggan menikmati bandwitdh lebih besar, ketimbang radio 3G yang hanya dinikmato 20 orang secara bersamaan.

”Bagi operator di dalam negeri Super WiFi dengan teknologi EAP SIM ready (SIM Authentication) adalah sesuatu yang baru. Di luar negeri saja masih belajar untuk sukses menerapkan teknologi ini, kami mencoba dengan Proven Of Concept (POC) sendiri,” jelasnya.

Kabarnya, Indosat menggunakan multi vendor untuk solusi ini. Diantaranya adalah  Cisco dan Aruba. Sedangkan pembangunan dari titik akses diserahkan pada anak usaha Indosat Mega Media (IM2).

Division Head Data Product Portfolio Indosat Bernadus Erry Nugoroho mengungkapkan,  pada  tahap awal 700 titik hotspot sudah  tersebar di berbagai tempat pusat bisnis & ekonomi di pulau Jawa dan Bali.  Pada akhir tahun nanti akan ada sekitar 30 ribu titik yang akan disediakan.

Diharapkan Bernadus, dengan adanya layanan baru ini bisa lebih meningkatkan penggunaan jasa data dari Indosat dimana seharinya melayani trafik 50 terabyte dengan Average Revenue Per User (ARPU) untuk data sekitar 55 ribu rupiah.

“Kita harapkan nanti kenaikan trafik dan ARPU sama yakni sekitar 10-20 persen,” katanya.

Tantangan
Peneliti dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengakui  solusi WiFi disiapkan operator  untuk mengatasi keterbatasan kapasitas bandwidth pada jaringan data wireless maupun fixed line. Selain itu,  akses WiFi juga merupakan strategi untuk meretensi loyalitas pelanggan.

Disarankannya agar lebih besar penghematan investasi, pembangunan  BTS dan WiFI terintegrasi agar alternatif akses lebih banyak ke pelanggan.

“Tantangannya bagi operator adalah bagaimana mengubah paradigma WiFi itu gratis di mata konsumen dan mengedukasi mereka untuk berpindah ke hotspot kala berada di satu ruangan. Operator besar saja di luar negeri hanya 20% pelanggannya mau offloading ke WiFi,” katanya.

Menurutnya, menggunakan mobile WiFi sesuatu yang realistis untuk memonetisasi layanan data sembari menunggu hadirnya Long Term Evolution (LTE) yang menjanjikan investasi lebih murah untuk data.

Diungkapkannya, peluang lain dari berkembangnya mobile WiFi adalah berdirinya perusahaan penyedia hotspot independen layaknya di bisnis menara.

“Ini bisnis masa depan. Operator di Indonesia kan banyak, tinggal  ada penyedia hotspot independen menjual akses ke operator, makin hemat investasi operator.  Masalah interferensi bisa diakali dengan mengurangi power, apalagi SSID kan beda,” katanya.

Diharapkannya, pemerintah mulai menyadari fenomena ini dan memberikan insntif untuk pengembangannya. “Ini sama dengan awalnya kehadiran bisnis menara. Akuisisi site mulai susah sekarang. Dari sisi operator itu  biasanya kurangnya ketersediaan  backhaul. Karena itu butuh sinergi semua pihak agar solusi ini berkembang,”jelasnya.(id)